Koleksi Pu Purwa Malang


 Prasasti Muncang

No. Inventaris : 01/ Kota Malang
Nama Benda   : Prasasti Muncang
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 142,5 cm L. 102 cm  Tb. 22 cm
Asal                 : Desa Blandit-Wonorejo Singosari
            Isi dari prasasti Muncang bahwa pada tahun 866 saka bulan Caitra tanggal 6 suklapaksa (paroterang) hari ‘tunglai-pahing-anggara’ wuku Shinta, yang bertepatan dengan tanggal 3 Maret 944M. Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok Sri Isana Wikramadharmottunggadewa memerintahkan melalui Rakai Kanuruhan untuk menetapkan sebidang tanah di desa Muncang yang masuk wilayah Hujung. Maksud dari penetapan sebidang tanah tersebut guna kelangsungan bangunan suci (tempat pemujaan) yang bernama ‘Siddhayoga’, yaitu sebuah tempat ketika para pendeta melakukan persembahan kepada bhatara setiap harinya, serta mempersembahkan kurban bunga kepada bhatara Sang Hyang Swayambuha di Walandit.
            Nama Walandit sekarang menjadi Blandit. Sebuah dukuh di desa Wonorejo kecamatan Singosari, di mana prasasti Muncang tersebut berasal. Dengan demikian desa Muncang dahulu tentu berada di Blandit sekarang. Dahulu daerah ini masuk dalam wilayah Hujung (diduga Hujung adalah desa Ngujung-Singosari sekarang). Pada waktu tanah sima tersebut ditetapkan, yang menjadi kepala wilayah ‘Hujung’ adalah Rakryan Hujung Pu Madhuralokaranjana, yang memang sangat besar perhatiannya di bidang keagamaan. Adapun yang dimaksud bhatara Sang Hyang Swayambuha di Walandit itu berhubungan dengan pemujaan ‘hyang’ di gunung Bromo. Karena kata ‘swayambu’ (yang terlahir sendiri) adalah sebutan bagi dewa Brahma (bhatara Bromo) sebagai dewa yang terlahir dengan sendirinya. Sementara letak Walandit-Muncang (Blandit sekarang) memang berada di lereng sebelah barat gunung Bromo. Prasasti ini sudah mengalami beberapa pemindahan. Dari Singosari dibawa ke tempat asisten residen Malang sekitar tahun 1887. Kemudian dipindahkan ke kantor seksi kebersihan kota Malang Jl. Halmahera karena kantor assisten residen dibongkar. Sekitar tahun 1987 dipindahkan ke rumah Bapak Agus Suminta (kepala seksi kebersihan waktu itu) di Jl. S. Supriyadi-Klayatan. Tahun 1993 dipindahkan lagi untuk dititipkan di Hotel Tugu Malang. Baru pada tahun 2003 disimpan di Balai Penyelamat Pu Purwa hingga sekarang.



Kuncup Teratai
 
No. Inventaris : 02/Kota Malang
Nama Benda   : Kuncup Teratai
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 39 cm L. 34 cm   
Asal                 : Candi Badut
            Ornamen kuncup teratai tidak asing dalam kesenian Indonesia masa klasik (Hindu-Budha). Ornamen ini selalu menghias bangunan suci kedua agama tersebut. Dalam kepecayaan Hindu maupun Budha, teratai dianggap sebagai bunga yang erat hubungannya dengan penciptaan dewa-dewi. Selain itu teratai dianggap bunga yang erat hubungannya dengan kahyangan. Dewa dan dewi di kahyangan, digambarkan duduk atau berdiri di atas bunga teratai, karena teratai merupakan lambang penciptaan dari adi kodrati.
            Terdapat alasan yang rasional dari penganut paham ini, mengapa memilih bunga teratai sebagai lambang kesucian atau sebagai lambang kahyangan. Secara alamiah tanaman teratai ini hidup dalam tiga unsur alam, yaitu akarnya berada di dalam tanah atau Lumpur, sementara daunnya terapung di atas air, sedangkan bunganya sendiri berada di udara. Tiga unsur alam ini dianggap mewakili alam semesta (tanah, air, dan udara). Selanjutnya dalam penggambaran ikonografinya,  bunga teratai ini dibagi menjadi 3 jenis dan bentuk, yaitu:
1.    Padma        : teratai merah, bentuk kelopak bunganya bulat dan digambarkan dalam keadaan kuncup maupun mekar.
2.    Utpala        : teratai biru, bentuk kelopak bunganya runjung, digambarkan selalu dalam keadaan kuncup dengan satu kelopak bunga yang terbuka ke bawah.
3.    Kumuda     : teratai putih, bentuk kelopak bunganya runcing, digambarkan dalam keadaan mekar.



Kuncup Teratai
 

No. Inventaris : 03/Kota Malang
Nama Benda   : Kuncup Teratai
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran             : Tg. 38 cm L. 30 cm  
Asal                 : Candi Badut
            Sama dengan kuncup teratai no. inventaris 02/Malang, karena merupakan pasangan dari fragmen tersebut.



Ganesya

No. Inventaris : 04/Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 81 cm L. 45 cm  Tb. 46 cm
Asal                 : koleksi DPU Jl. Halmahera (tempat asli tidak diketahui).
            Arca Ganesya ini sebagian besar dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk seperti bayi. Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (jatamakuta). Ujung belalai putus, kelopak mata dipahat agak dalam (diduga dahulu mata tersebut diisi dengan isian manik-maik atau logam). Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang aus, tangan kanan depan juga aus, tangan kri depan membawa mangkuk (modaka). Mengenakan kalung (hara), kelat bahu (keyura), gelang tangan (kankana), dan gelang kaki (nupura). Di depan dada melintang tali kasta (upavita), perut buncit (lambodara). Tempat duduknya berbentuk bunga teratai merah (padmasana). Di belakangnya terdapat sandaran yang sekaligus bermakna sebagai prabha.
            Dalam mitologi Hindu, Ganesya adalah dewa berkepala gajah yang merupakan pemimpin dari orang-orang Gana (yaitu kelompok masyarakat pemuja hewan Gajah). Dari etimologi namanya, Ganesya berasal dari kata Gana= kelompok pemuja hewan gajah dan Isya= tuan atau pemimpin. Banyak versi yang menceritakan tentang asal-usul dewa Ganesya. Menurut kitab Brahmavairavata, dikisahkan bahwa ketika Parwati melahirkan anak dari hasil perkawinannya dengan dewa Siwa, semua dewa ingin melihat bayi yang baru lahir tersebut karena kabarnya bayi tersebut memiliki wajah yang tampan dan bersinar. Adalah seorang dewa bernama SANI (Saturnus) yang juga ikut melihat. Dewa Sani memiliki kekuatan bahwa sesuatu yang dipandangnya dengan seksama, maka akan meledaklah yang dilihatnya itu. Demikianlah ketika ia memandang bayi tersebut karena ketampanannya, seketika kepala bayi itu meledak. Semua dewa terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya dewa Wisnu mempunyai akal untuk mencarikan ganti kepala bayi tersebut. Wisnu turun ke bumi, dan yang dijumpai pertama kali olehnya adalah seekor gajah. Tanpa pikir panjang kepala gajah tersebut dipenggal dan kemudian dibawa ke kahyangan untuk dipasangkan ke badan bayi, sehingga bayi tersebut hidup kembali dengan berkepala gajah.
            Sedangkan menurut kitab Smaradahana karangan Pu Dharmaja dari kerajaan Kadiri, diceritakan bahwa Ganesya berkepala gajah karena ketika dewi Parwati hamil tua, ia dikejutkan oleh kedatangan dewa Indra dengan seekor gajahnya yang bernama Airawata, yang pada saat itu tiba-tiba lewat di depan dewi Parwati. Karena terkejutnya sehingga bayi yang dikandungnya lahir, dan ternyata bayi yang baru lahir tersebut berkepala gajah.
            Ada lagi versi lain dari India, yaitu bahwa Ganesya tercipta dari kerudung dewi Parwati, dan dijadikannya sebagai pengawal pribadinya. Pada waktu dewi Parwati sedang mandi, dewa Siwa hendak memasuki taman, tetapi dicegah oleh pengawal dewi Parwati yang baru tersebut. Akhirnya terjadilah perang antara dewa Siwa dengan pengawal dewi Parwati. Pengawal dewi Parwati dapat dikalahkan dengan memenggal kepalanya. Melihat kejadian tersebut dewi Parwati marah dan menuntut agar pengawalnya dihidupkan lagi. Dewa Siwa bingung, dan atas bantuan Wisnu, maka kepala pengawal itu diganti dengan kepala seekor gajah.
            Ganesya sebagai dewa berfungsi sebagai dewa pemujaan baik di kuil maupun di luar kuil. Ia dipuja sebagai dewa ilmu pengetahuan, dipuja ketika orang memulai untuk pekerjaannya, juga dipuja sebagai dewa yang menghancurkan segala rintangan jahat (Vigna Vignesvara). Kendaraan atau wahana dari dewa Ganesya adalah seekor tikus.


Dwarapala

No. Inventaris : 05/ Kota Malang
Nama Benda   : Dwarapala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 52 cm L. 49 cm  Tb. 30 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Dwarapala digambarkan dalam posisi jongkok dengan kaki kiri terangkat. Wajah berbentuk raksasa, rambut gimbal, tangan kanan membawa semacam mangkuk, sementara tangan kiri memegang lutut kiri. Wajah arca menengadah ke atas. Diduga arca ini merupakan arca penjaga halaman pintu sebuah pertapaan seperti mandala kadewaguruan, seperti yang terdapat di lereng-lereng gunung (Arjuno dan Penanggungan). Gaya pahatannya menunjukkan gaya seni ‘megalithik’ muda (sekitar jaman Majapahit akhir). Ciri-ciri pahatan tersebut nampak pada pola serta bentuk pahatannya yang sederhana. Kesederhanaan tersebut bukan disebabkan oleh tidak mampunya si pemahat dalam bidang seni pahat, tetapi lebih didasarkan pada makna simbolis dari tokoh tersebut.


Nandiśwara

No. Inventaris : 06/ Kota Malang
Nama Benda   : Nandiśwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 68 cm L. 28 cm  Tb. 22 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Nandiswara digambarkan dalam posisi berdiri tegak lurus, kaki bagian bawah patah. Tangan kanan membawa senjata trisula, sedang tangan kiri berada di atas pinggang kiri. Arca Nandiswara merupakan salah satu aspek dari dewa Siwa. Kedekatannya dengan dewa Siwa sebagai kendaraannya (wahana) yang berbentuk lembu Nandi, pada akhirnya derajatnya dinaikkan oleh dewa Siwa sebagai manusia dewa (antropomorpic), dan juga tugasnya sebagai penjaga pintu masuk kuil dewa Siwa pada ruang utama (garbhagrha) bangunan candi. Posisi keberadaannya pada bangunan percandian terletak di sebelah kiri pintu masuk ruang utama.


Resi

No. Inventaris : 07/ Kota Malang
Nama Benda   : Resi
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran                        : Tg. 75 cm L. 31 cm  Tb. 19 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ‘Resi’ digambarkan berdiri tegak lurus. Tangan kanan membawa tasbih (aksamala), sedangkan tangan kiri membawa guci amerta (kamandalu). Rambut disanggul dengan bagian belakang diurai di atas pundak. Perut buncit (lambodhara), memakai tali kasta (upavita). Arca resi ini diduga merupakan sosok Siwa Mahaguru yang juga merupakan salah satu aspek dari dewa Siwa sebagai pertapa (pemberi wejangan). Di Jawa, tokoh Siwa Mahaguru disamakan dengan ‘resi Agastya’, karena resi Agastya dalam mitologi Hindu dihubungkan dengan dewa Siwa sebagai muridnya yang paling disayangi.


Mahakala

No. Inventaris : 08/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 68 cm L. 25 cm  Tb. 16 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Mahakala digambarkan dalam posisi berdiri, kaki dan tangan kanan aus, namun masih tampak senjata yang dibawa, yaitu gada. Dalam percandian Hindu Mahakala merupakan aspek dari dewa Siwa sebagai penjaga pintu ruang utama (garbhagrha) sebuah bangunan candi berpasangan dengan Nandiswara. Posisi Mahakala berada pada sisi kanan pintu masuk, sementara Nandiswara pada sisi kiri pintu masuk.



Arca Megalithik Muda

No. Inventaris : 09/ Kota Malang
Nama Benda   : Arca Megalithik Muda (tokoh nenek moyang?)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 59 cm L. 32 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan jongkok. Kondisinya agak aus. Pada tangan kiri tampak membawa benda (wajra?), sementara tangan kanan membawa benda mirip sebuah ‘wina’ (alat musik), atau sebuah tongkat ‘katwangga’ sebagai alat upacara. Arca semacam ini di Jawa biasanya dibuat pada masa pengaruh agama Hindu sudah melemah, sehingga figur tokohnya samasekali tidak mengandung unsur gambaran tokoh dewa Hindu. Oleh karena itu arca tokoh ini termasuk dalam kelompok arca-arca masa ‘megalithik muda’, yaitu masa setelah berakhirnya kerajaan Majapahit.


Siwa

No. Inventaris : 10/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 62 cm L. 28 cm  Tb. 21,5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Siwa gigambarkan dalam posisi duduk ‘wirasana’, yaitu sikap duduk bersila. Tangan kanan membawa kebut lalat (camara), sedang tangan kiri membawa tasbih (aksamala). Dua tangan yang di depan berada di depan dada (diduga bersikap ‘linggamudra’, yaitu sikap telapak tangan satu di atas yang lain bertumpang, telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri dengan mengepal dan mengacungkan ibu jari). Arca yang bersikap demikian merupakan arca dari agama Hindu yang mendapat pengaruh ‘tantra’, seperti arca-arca masa Singasari dan Majapahit. Dengan demikian diduga arca ini dibuat pada periode jaman tersebut.


Arca Tokoh

No. Inventaris : 11/ Kota Malang
Nama Benda   : Arca Tokoh
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 43 cm L. 40 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Bagian bawah dari arca ini patah. Tangan kanan membawa bunga teratai merah (padma), sedang tangan kiri aus. Kepala memakai ikat (pita). Arca ini diduga menggambarkan tokoh dewa, karena dari identifikasi arcanya, tokoh ini bertangan 4. Bentuk penggambaran arca semacam ini diduga berasal dari jaman Majapahit, yaitu penggambaran arca dewa yang dihubungkan dengan pendharmaan seorang raja yang telah meninggal. Pada umumnya arca pendharmaan seorang raja adalah Siwa atau Wisnu.


 Mahakala

No. Inventaris : 12/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 70 cm L. 24 cm  Tb. 21 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan dalam posisi berdiri ‘dwibhangga’ (dua alur lekukan badan). Dua telapak kakinya hilang, telapak tangan kanan aus berada di depan dada. Tangan kiri membawa gada berhulu wajra. Rambut diurai dengan gaya pahatan yang halus mirip lidah api. Seperti arca Mahakala yang lain, arca ini merupakan aspek dari dewa Siwa sebagai penjaga pintu ruang utama (garbhagrha) pada sebuah bangunan candi. Di lihat dari gaya pahatannya, arca ini masih menampakkan pengaruh gaya arca-arca Jawa Tengah akhir dari sekitar abad X – XI M.


Mahakala

No. Inventaris : 13/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 59 cm L. 25 cm  Tb. 15 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan sikap hampir merentangkan kedua kakinya seolah menari (kedua lutut ditekuk). Tangan kanan membawa gada, sedang tangan kiri bertolak pinggang. Gerak dari arca ini bersifat demonis. Sikap seperti ini wajar diberikan kepada Mahakala sebagai aspek Siwa yang berwajah raksasa (krudha). Suatu imbangan dari aspek Siwa sebagai Nandiswara yang bersikap tenang (santha).


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 14/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 58 cm L. 28,5 cm  Tb. 14 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan membawa tasbih (aksamala), tangan kiri membawa kendi berisi amerta (kamandalu), sementara pada sandaran sebelah kanan terdapat senjata trisula. Siwa Mahaguru atau juga disebut Agastya adalah sosok resi yang sering dihubungkan dengan dewa Siwa. Oleh karena itu ‘trisula’ sebagai lambang dewa Siwa selalu berada di sisinya. Ada yang menganggap tokoh Siwa Mahaguru adalah Siwa sendiri sebagai ‘daksinamurtti’, yaitu ahli semadi dan guru dunia. Ada pula yang beranggapan itu adalah resi Agastya, salah satu siswa dewa Siwa yang paling dicintai.


Jaladwara

No. Inventaris : 15/ Kota Malang
Nama Benda   : Jaladwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 39 cm P. 51 cm  Lb. 21 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Jaladwara merupakan fragmen bangunan secara teknis digunakan untuk saluran air. Dengan demikian benda ini selalu berhubungan dengan bangunan air (patirthan). Bagi bangunan candi yang besar seperti Borobudur dan Prambanan, perlu adanya ‘jaladwara’ sebagai jalan pembuang air dari lantainya apabila hujan. Namun pada umumnya fragmen jaladwara ini sering digunakan berhubungan dengan bangunan patirthan, seperti candi Songgoriti, situs candi di ‘Karuman’, dan sebagainya.  Oleh karena berhubungan dengan air, maka motif pada jaladwara umumnya bermotif ‘makara’, yaitu hewan air ajaib dalam kesenian Hindu.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 16/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 39 cm L. 36 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan dalam posisi duduk ‘wirasana’. Dua tangan berada pada posisi bersemadi (dhyanamudra) di depan perut. Di atas kedua telapak tangan yang bertumpu tersebut terdapat bunga teratai merah (padma). Figur tokoh jenis ini diduga tokoh dewa yang masuk dalam kelompok ‘astadikpalaka’, yaitu delapan dewa penjaga mata angin. Di Jawa tokoh astadikpalaka ini disesuaikan dengan konsep ‘nawasanga’, karena di Jawa sistem yang dipakai yang paling kuat adalah Hindu Siwasidhanta yang menempatkan Paramasiwa sebagai dewa yang tertinggi dan berkedudukan di pusat, maka astadikpalaka tersebut masing-masing adalah: Iswara di timur, Rudra di tenggara, Brahma di selatan, Maheswara di barat daya, Mahadewa di barat, Sangkara di barat laut, Wisnu di utara, serta Sambu di timur laut. Berbeda dengan konsep kosmologi Hindu yang menempatkan gunung Meru (kahyangan) sebagai pusat alam semesta, maka astadikpalakanya adalah: Indra di timur, Agni di tenggara, Yama di selatan, Neriti di barat daya, Varuna di barat, Vayu di barat laut, Kuvera di utara, serta Isana di timur laut.


Durgamahisasuramardini
No. Inventaris : 17/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 50 cm L. 25,5 cm  Tb. 14 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan dalam posisi berdiri tegak lurus (samabhangga) di atas seekor lembu. Bertangan delapan dengan senjata-senjata yang dibawanya tidak jelas (aus). Arca Durgamahisasuramardini selalu diletakkan di suatu bangunan candi relung sebelah utara menghadap ke utara. Semua candi Hindu di Indonesia (terutama di Jawa) penempatan arca tersebut selalu berada di dinding sisi utara. Menyertai arca dewa Siwa yang berada di dalam ruang utama bangunan candi, bersama-sama dengan dewa Ganesya di timur atau di barat, dan Siwa Mahaguru atau Agastya di selatan.


 Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 18/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 51 cm L. 26 cm  Tb. 22 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan dalam posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan membawa senjata ‘trisula’, tangan kiri membawa kendi berisi amerta (kamandalu). Memakai tali kasta (upavita) dengan disertai kebut lalat (camara) yang diletakkan di pundak kiri. Semua atribut ini menunjuk kepada ciri seorang Siwa Mahaguru atau Agastya, yang dalam bangunan percandian diletakkan di relung luar dinding sisi selatan. 


 Tokoh Dewa

No. Inventaris : 19/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran             : Tg. 47 cm L. 26 cm  Tb. 19 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini digambarkan dalam posisi duduk bersila tumpang (wirasana). Kedua tangan masing-masing berada di atas lutut. Pada kedua telapak tangan terdapat sekuntum bunga teratai merah (padma). Figur tokoh ini diduga merupakan salah satu dari dewa astadikpalaka yang menjaga mata angin.


 Ganesya

No. Inventaris : 20/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Trasit
Ukuran            : Tg. 58 cm L.30,5 cm  Tb. 27 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dalam posisi duduk seperti bayi. Belalai sangat pendek, bertangan 4. Tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kanan depan pecah. Tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), sedangkan tangan kiri depan membawa mangkuk (modaka). Dalam abad-abad XIV-XV M memang terdapat suatu gaya dalam penggambaran arca Ganesya tanpa belalai atau dengan belalai pendek. 


 Siwa Mahaguru
No. Inventaris : 21/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 46,5 cm L. 33 cm  Tb. 21 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Secara keseluruhan arca ini tidak dapat diidentifikasi dengan sempurna karena bagian bawah hilang. Pada sandaran arca terdapat mata senjata trisula, sedang pada bahu kiri terdapat kebut lalat (camara). Di belakang kepalanya terdapat lingkaran cahaya kesucian (sirascakra), sementara gaya tatanan rambutnya digelung ke atas. Tanda-tanda semacam ini menunjuk kepada figur tokoh Siwa Mahaguru.


 Mahakala

No. Inventaris : 22/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 62.5 cm L. 40 cm  Tb. 16 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dalam posisi dwibhangga (dua lekukan badan). Rambut gimbal, tangan kiri membawa gada, sedang tangan kanan diangkat sejajar dengan pundak dengan telapak tangan terbuka. Arca Mahakala sebagai bentuk demonis aspek dari dewa Siwa. Penggambaran arca ini sederhana kurang, seolah-olah kurang mengindahkan aturan ukuran dalam ilmu arca.


Brahma

No. Inventaris : 23/ Kota Malang
Nama Benda   : Brahma
Bahan              : Batu Tracit
Ukuran            : Tg. 53.5 cm L. 29.5 cm  Tb. 24 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk dalam sikap sila tumpang (wirasana). Berkepala 4 masing-masing menghadap ke mata angin. Tangan  4 dengan perincian tangan kanan belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kiri belakang membawa bunga teratai merah (padma), kedua tangan depan masing-masing diletakkan di atas lutut. Brahma adalah dewa pencipta yang menciptakan dirinya sendiri (swayambhu). Kepala 4 melambangkan sifat penguasanya sebagai penguasa semesta alam yang terbagi dalam 4 penjuru mata angin pusat. Empat wajah ini merupakan simbolisasi dari 4 kitab weda, empat yuga (jaman), dan 4 varnna (kasta). Brahma memiliki beberapa nama antara lain, hiranyagarbha (janin keemasan), prajapati (tuan segala makhluk), pitamaha (sang kakek moyang), vidhi (sang pengatur), lokesa (penguasa dunia), dan visvakarma (arsitek alam semesta). Brahma memiliki wahana (kendaraan) berupa Hamsa (angsa), serta memiliki sakti (istri), yaitu Sarasvati dan Savitri.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 24/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 68 cm L. 27.5 cm  Tb. 16 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dalam posisi berdiri dengan sikap dwibhangga. Tangan kanan membawa bunga teratai merah bertangkai, sedangkan tangan kiri berada di pinggang dengan telapak tangan aus. Tidak jelas dewa siapa yang digambarkan, karena tidak adanya atribut lain selain bunga teratai merah bertangkai panjang. Pada umumnya dewa yang membawa bunga teratai merah bertangkai panjang adalah Surya, namun tokoh dewa ini pada kepalanya memakai gelung rambut dengan sebagian rambut yang terurai di atas pundak kiri, sedangkan Surya memakai mahkota.


Mahakala

No. Inventaris : 25/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 72 cm L. 25.5 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan berdiri samabhangga (tegak lurus). Tangan kanan membawa gada, sedang tangan kiri telapak patah. Tokoh ini adalah Mahakala yang merupakan aspek dari dewa Siwa.


Nandiśwara

No. Inventaris : 26/ Kota Malang
Nama Benda   : Nandiśwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 60 cm L. 26 cm  Tb. 14 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dalam posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan membawa trisula, sedangkan tangan kiri memegang kainnya. Arca ini dilihat dari jenis batunya merupakan pasangan dari arca Mahakala dengan no. inventaris 13/Kota Malang. Ukurannya pun hampir sama.


Nandiśwara
No. Inventaris : 27/ Kota Malang
Nama Benda   : Nandiśwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 67.5 cm L. 27 cm  Tb. 19 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan memegang kainnya, sementara tangan kiri berada di pinggang (telapak aus). Rambut disanggul dengan bagian belakang terurai. Arca ini memiliki atribut senjata trisula pada sandaran kanannya, yang menandakan bahwa arca ini adalah Nandiswara.


Nandiśwara

No. Inventaris : 28/ Kota Malang
Nama Benda   : Nandiśwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 70 cm L. 26 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan membawa senjata trisula, tangan kiri berada di pinggang kiri. Pahatan arca ini sederhana. Satu-satunya ciri yang menandakan arca ini adalah Nandiswara adalah adanya senjata trisula yang dibawanya.


Ganesya
No. Inventaris : 29/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 49.5 cm L. 30.5 cm  Tb. 30.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi duduk seperti bayi. Tangan dua buah, tangan kiri membawa mangkuk (modaka), sementara ujung belalai dicelupkan ke mangkuk. Arca Ganesya ini sederhana sekali. Pahatan untuk kakinya tidak sempurna. Yang mencolok identitasnya adalah belalai.


Siwa

No. Inventaris : 30/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 51 cm L. 32 cm  Tb. 22 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Bagian bawah dari arca ini hilang. Mungkin digambarkan dalam posisi duduk. Tangan 4 buah, tangan kanan belakang membawa kebut lalat (camara), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala). Sedangkan kedua tangan depan berada di depan perut dengan sikap ‘linggamudra’. Seperti halnya dengan arca Siwa dengan no. inventaris 10/Kota Malang, arca ini merupakan arca Hindu yang terpengaruh aliran tantra. Aliran tantra berkembang subur pada masa kerajaan Singasari maupun Majapahit.


Ganesya
No. Inventaris : 31/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 55 cm L. 29 cm  Tb. 21 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi duduk seperti bayi. Muka rusak, tangan kanan belakang membawa tasbih (aksamala). Kedua tangan depan masing-masing membawa mangkuk di atas lututnya. Yang menunjukkan arca ini adalah Ganesya adalah mulutnya yang lebar. Gaya pahatan arca Ganesya seperti ini sama dengan arca Ganesya pada no. inventaris 20/Kota Malang.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 32/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 45 cm L. 28 cm  Tb. 27 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk sila tumpang (wirasana). Kedua tangan berada di atas lutut. Pada telapak tangan terdapat bunga teratai. Diduga arca ini merupakan arca dari salah satu astadikpalaka atau dewa penjaga mata angin.


Ganesya

No. Inventaris : 33/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran             : Tg. 44 cm L. 21 cm  Tb. 17 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Ganesya ini digambarkan dalam keadaan tidak selesai. Bagian atas (kepala) pecah, hanya belalai yang dapat diidentifikasi bahwa arca tersebut arca Ganesya.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 34/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 44 cm L. 25 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk sila tumpang (wirasana). Dua tangan berada di atas lutut. Pada telapak tangan terdapat bunga teratai merah. Diduga arca ini merupakan salah satu dari arca dewa penjaga mata angin atau astadikpalaka.


Ganesya

No. Inventaris : 35/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Tracit
Ukuran            : Tg. 60 cm L. 33 cm  Tb. 24 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Ganesya ini dipahat tidak selesai. Belalai juga tidak ada. Satu-satunya tanda yang menunjukkan identitasnya sebagai dewa Ganesya adalah bentuk perutnya yang buncit, sikap duduknya yang seperti bayi, serta mulutnya yang lebar.


       Siwa Mahaguru        

No. Inventaris : 36/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 67 cm L. 36 cm  Tb. 29 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan berada di atas paha kanan, tangan kiri membawa kendi amerta (kamandalu). Pada sandaran kanan terdapat senjata trisula. Memakai tali kasta (upavita), serta terdapat kantung kulit pada ikat pinggangnya. Arca tersebut pahatannya kaku, serta terdapat kerusakan pada mata kanan yang berlobang.


Tokoh Dewa (Nandiswara?)

No. Inventaris : 37/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa (Nandiswara?)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 80 cm L. 26 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri dengan tangan kanan di bawah pinggang. Tangan kiri berada di depan perut membawa benda. Jika dilihat gaya pahatan serta jenis batunya, arca ini merupakan pasangan dari arca Mahakala no. inventaris 12/Kota Malang. Hanya arca ini digambarkan dengan sikap damai/tenang. Dengan demikian dapat diduga bahwa arca ini adalah arca Nandiswara.


      Wisnu          
No. Inventaris : 38/ Kota Malang
Nama Benda   : Wisnu
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 59 cm L. 31.5 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi duduk sila tumpang (wirasana). Bertangan 4, tangan kanan belakang pecah, tangan kiri belakang membawa kerang bersayap (sangkha). Dua tangan lainnya berada di depan perut dengan sikap semadi (dhyanamudra), dan di atas kedua telapak tangan tersebut terdapat bunga teratai merah (padma). Dewa Wisnu merupakan dewa dari salah satu dewa ‘trimurti’ dalam agama Hindu sebagai dewa pemelihara alam semesta. Tanda yang khas dari dewa ini adalah senjata cakra sebagai simbol perputaran dunia, kerang bersayap simbol kelangsungan hidup, dan gada simbol kekuatan penghancuran .
            Pada awal agama Hindu di India, Wisnu dianggap sebagai dewa minor. Dalam perkembangannya kemudian kedudukan Wisnu semakin meningkat, sehingga masuk dalam kelompok dewa ‘trimurti’. Karena tugas dan perannya sebagai dewa pemelihara inilah posisi Wisnu menjadi terkenal. Dengan memuja dewa Wisnu diharapkan perlindungan terhadap kelangsungan hidup manusia sebagai salah satu penghuni dunia. Dalam kitab keagamaan Weda, Wisnu dihubungkan dengan matahri, yang terkenal dengan tiga langkahnya (triwikrama), yaitu: terbit, tengah hari, dan tenggelam. Selain itu Wisnu juga mempunyai tiga manifestasi bentuk yang cukup besar dan popular, yaitu sebagai: Agni (dewa bumi), Indra dan Vayu (dewa langit), dan Surya (dewa udara). Ketiga dewa ini pada mulanya cukup penting sebelum digeser oleh dewa trimurti.
            Sebagai dewa pemelihara yang sekaligus penyelamat dunia, Wisnu seringkali turun ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia apabila terjadi kejahatan yang merajalela. Dalam usaha penyelamatan tersebut, Wisnu sering berawatara (berubah bentuk) sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kejahatan yang ada. Bentuk awatara Wisnu sangat banyak, namun yang terkenal adalah 10 awatara, yaitu sebagai: Matsya (ikan), Kurma (kura-kura), Varaha (babi hutan), Narasimha (manusia singa), Vamana (orang kerdil), Parasurama, Rama, Kresna, Buddha, dan Kalki.
            Dalam mitologi Hindu lebih lanjut diterangkan bahwa Wisnu adalah putra bungsu dari dewi Aditi (ibu para dewa yang berjumlah 12) dengan ayah Kasyapa. Karena itulah Wisnu sering disebut sebagai dewa aditya. Wisnu mempunyai beberapa sakti (istri, yang merupakan simbol kekuatan dewa), yaitu Prtivi (Pusti), Laksmi (Sri),  Niladevi, dan masih banyak lagi.


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 39/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 70.5 cm L. 34 cm  Tb. 22 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri berjenggot dan berperut buncit. Tangan kanan membawa trisula, tangan kiri membawa kendi amerta (kamandalu). Pada bahu kiri terdapat kebut lalat (camara). Memakai tali kasta (upavita), serta mengenakan kalung (hara).


Ganesya Bunulrejo (Prasasti Kanuruhan)

No. Inventaris : 40/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya Bunulrejo (Prasasti Kanuruhan)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 109.5 cm L. 101.5 cm  Tb. 74 cm
Asal                 : Kampung Beji Kel. Bunulrejo Kec. Blimbing Malang
            Digambarkan dengan posisi duduk seperti bayi di atas bantalan (asana) bunga teratai merah (padma) ganda. Pada bagian leher hingga kepala hilang. Dua tangan belakang serta telapak kedua tangan depan hilang. Keistimewaan dari arca Ganesya ini bahwa di belakang sandarannya dipahatkan sebuah prasasti.
            Arca Ganesya tipe ini bukanlah merupakan arca yang diletakkan di dalam bangunan candi, namun penempatannya berhubungan dengan tempat-tempat yang dianggap mengandung kekuatan gaib/magis, seperti pertemuan dua buah sungai, lembah/jurang, di tengah hutan, serta daerah yang dibebaskan dari pajak (sima). Figur Ganesya demikian berfungsi sebagai ‘Vigna Vigneswara’ artinya dewa penghalang gangguan (jahat).
            Sementara prasasti yang terdapat di balik sandaran arca Ganesya tersebut memuat berita bahwa pada tahun 856 saka bulan Posya wuku Wukir (sekitar tanggal 4 s.d 7 Januari 935M). Rakryan Kanuruhan Dyah Mungpang memberi anugerah kepada penduduk desa di wilayah Kanuruhan yang bernama ‘Bulul’. Pemberian anugerah tersebut berhubungan dengan jasa Sang Bulul serta nazarnya untuk membangun sebuah taman bunga. Memang rupa-rupanya sang Bulul telah mempunyai nazar demikian, maka pada waktu ia memohon kepada Rakryan Kanuruhan untuk melaksanakan nazarnya itu, permohonannya dikabulkan, bahkan Rakryan Kanuruhan menambahinya. 
            Arca Ganesya ini ditemukan di kampung Beji kelurahan Bunulrejo. Di sana menurut keterangan pemilik tanah, terdapat situs patirthan dengan ukuran 12 m2. Namun situs tersebut sudah hilang karena diuruk dengan tanah pada sekitar tahun 1960an oleh pemilik tanah. Nama Bulul dapat dikenali kembali sebagai nama sebuah wilayah desa yaitu desa Bunul, yang dalam perkembangannya menjadi kelurahan Bunulrejo.


Dewi Kesuburan (Sri/Laksmi)

No. Inventaris : 41/ Kota Malang
Nama Benda   : Dewi Kesuburan (Sri/Laksmi)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 140 cm L. 59 cm  Tb. 39 cm
Asal                 : Jl. Muharto G. VI  RT 13 RW 07 kel. Jodipan Malang.
            Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Kedua tangan dengan sikap memegang buah dada (stanadwayamudra), yang merupakan jalan air (pancuran). Jadi rupa-rupanya arca dewi ini berhubungan dengan patirthan. Arca-arca semacam ini dapat dijumpai pada patirthan Belahan (Pandaan) atau patirthan Goa Gajah Bedulu Bali. Memang bukan merupakan kepastian bahwa arca pancuran semacam ini adalah penggambaran dewi Laksmi. Namun demikian tokoh yang selalu berhubungan dengan air suci (amerta) adalah Laksmi, isteri Wisnu. Dalam suatu riwayat ‘samodramanthana’ disebutkan bahwa salah satu yang keluar dari lautan susu (ksirarnawa) adalah Laksmi. Karena patirthan pada umumnya dibangun berhubungan erat dengan kepercayaan terhadap air suci (amerta), maka dewi yang dihubungkan dengan amerta tidak ada lain kecuali Laksmi. Dilihat dari teknis mengalirkan air melalui payudara, mencerminkan kepada kepercayaan tersebut. Air dari mata air dialirkan melalui payudaranya, identik dengan sebuah ksirarnawa (lautan susu) yang mengeluarkan amerta.


Ganesya

No. Inventaris : 42/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran           : Tg. 60 cm L. 48 cm  Tb. 28 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk  dengan sikap tangan depan diduga dhyana mudra (telapak tangan tersebut aus), sementara kedua tangan belakang yang kanan membawa kapak (parasu), sedang tangan kiri membawa tasbih (aksamala). Keistimewaan Ganesya ini memakai baju rompi dengan motif bulatan kecil, dan seperti arca Ganesya no. inventaris 20/Kota Malang, arca ini berbelalai sangat pendek.


Durgamahisasuramardini

No. Inventaris : 43/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran             : Tg. 66 cm L. 60 cm  Tb. 23.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri dwibhangga. Bagian bawah dari arca ini putus. Tangan 8 buah, bagian 4 tangan kanan masing-masing membawa cakra, panah, pedang, serta memegang kainnya. Bagian 4 tangan kiri masing-masing membawa kerang bersayap, kebut lalat, tasbih, dan menarik ekor lembu yang diinjaknya. Durga adalah salah satu aspek dari dewi Parwati sebagai seorang dewi yang bersifat demonis (raksasa) dalam usahanya mengalahkan asura (raksasa).


Dwarapala

No. Inventaris : 44/ Kota Malang
Nama Benda   : Dwarapala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 69 cm L. 40 cm  Tb. 32 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi duduk berjongkok. Wajah raksasa, rambut gimbal dengan tertata rapi. Membawa gada yang diletakkan di pundak kanan. Arca ini merupakan arca penjaga pintu halaman sebuah kuil/candi. Sesuai dengan namanya, Dwara berarti pintu dan Pala berarti penjaga/penguasa. Selalu digambarkan kembar berpasangan untuk menjaga sisi kanan dan kiri pintu masuk halaman percandian. Dalam pewayangan dapat dikenali kembali sebagai dewa kembar yang menjaga kahyangan ‘Selamatangkep’ di Jonggringsalaka. Dewa berwajah raksasa kembar tersebut adalah bhatara Cingkarabala dan bhatara Balaupata.


Dwarapala

No. Inventaris : 45/ Kota Malang
Nama Benda   : Dwarapala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 69 cm L. 30 cm  Tb. 33.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca ini merupakan pasangan dari arca dwarapala dengan no. inventaris 44. Hanya posisi memegang gadanya berada di pundak kiri.


Durgamahisasuramardini

No. Inventaris : 46/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 82 cm L. 40 cm  Tb. 25.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri dua alur lekukan badan (dwibhangga). Bertangan 6, masing-masing tangan kanan membawa senjata cakra, pedang (khadga), dan menarik ekor lembu yang diinjaknya. Sedangkan masing-masing tangan kirinya membawa kerang bersayap (sangkha), kebut lalat (camara), dan gada. Arca ini istimewa karena gaya pahatannya yang lemah gemulai (masih terdapat pengaruh dari unsur kesenian Pala-India). Durgamahisasuramardini digambarkan bertangan 4, 6, 8 sampai 16. Secara leksikal arti dari Durgamahisasuramardini adalah:
            Durga              : nama lain dari dewi Parwati dalam bentuk krodha/demonis
            Mahisa             : lembu
            Asura               : raksasa/danawa
            Mardini           : membunuh/memberantas/mengalahkan
            Arti harfiahnya: Dewi Durga dalam bentuk krodha (raksasa) sedang membunuh lembu jelmaan raksasa Asura.
Mitos kedewaan ini terkenal di India maupun Indonesia. Suatu ketika raksasa Asura memporakporandakan kahyangan para dewa. Para pemuka dewa (trimurti) menjadi marah besar. Dari kemarahan dewa trimurti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa muncullah kekuatan yang bergabung dan mewujudkan satu kekuatan sakti pada diri dewi Parwati, sehingga Parwati berubah bentuk menjadi Durga yang demonis. Dengan senjata yang berasal dari Brahma, Wisnu, Siwa, serta dewa-dewa yang lain, Durga secara beringas dengan mudah mengalahkan dan membunuh raksasa Asura yang sempat merubah bentuknya menjadi seekor Mahesa yang ganas.
            Figur Durgamahisasuramardini sebagai arca dalam percandian di Indonesia selalu ditempatkan pada relung luar dinding sisi utara. Hal ini mungkin berhubungan dengan tempat asal usul dewi ini, yang menurut mitologinya adalah putra dari Himawan, penguasa salah satu gunung di sebelah utara pegunungan Himalaya.


Durgamahisasuramardini

No. Inventaris : 47/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 84 cm L. 43 cm  Tb. 29 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri dengan dua alur lekukan badan (dwibhangga). Sandaran yang ada di belakangnya berbentuk persegi panjang yang bagian kiri atas putus. Tangan 4 buah, tangan kanan belakang membawa cakra, tangan kiri belakang membawa benda yang diduga adalah kerang bersayap (sangkha). Tangan kanan depan membawa gada, sedang tangan kiri depan menarik ekor lembu yang diinjaknya. Keistimewaan arca Durgamahisasuramardini ini adalah arah hadap mahesa yang ke kanan, pada umumnya digambarkan menghadap ke kiri. Kiranya tidak terdapat makna tertentu tentang arah hadap lembu yang diinjak oleh arca ini, karena penggambaran pengarcaan umumnya mengikuti selera pemahat.


Mahakala

No. Inventaris : 48/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 83 cm L. 33 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri, tangan kanan membawa gada, sedang tangan kiri berada di pinggang. Seandainya muka arca ini tidak rusak, maka arca ini masuk kelompok arca yang indah, karena gaya pahatannya yang bagus. Diduga arca Mahakala ini termasuk dalam percandian yang cukup besar, mengingat ukuran tokoh arcanya.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 49/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 99 cm L. 50 cm  Tb. 20.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri dengan sikap dua alur lekukan badan (dwibhangga). Tangan kanan pecah, sedang tangan kiri berada di pinggang. Arca ini tidak dapat diidentifikasi, karena tidak terdapat laksana (senjata atau benda) yang dibawa. Dengan demikian arca ini penggambaran dari tokoh siapa tidak diketahui.


Lembu Nandi

No. Inventaris : 50/ Kota Malang
Nama Benda   : Lembu Nandi
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 43 cm P. 48 cm  Lb. 27 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca lembu Nandi dengan kepala putus ini digambarkan dengan posisi rebah ke tanah (njerum). Lembu Nandi merupakan kendaraan (wahana) dewa Siwa dalam bentuknya yang Teriomorpic (hewan). Oleh karena itu ia dekat sekali dengan Siwa. Ia dianggap suci. Tidak ada kuil Siwa yang tanpa Nandi di depannya. Dari itulah Nandi selalu diletakkan dalam bangunan tersendiri yang berhadapan dengan kuil/candi Siwa.
            Pemujaan binatang lembu di India sudah berlangsung lama sekali, dan ini tentunya dikaitkan dengan fungsi lembu dalam kehidupan masyarakat. Terdapat 5 kegunaan (Pancagawya) dari lembu yang menyebabkan lembu dijadikan sebagai obyek pujaan, yaitu: 1. Dagingnya untuk korban, 2. Kulitnya disamak untuk sampul kitab, 3. Susunya untuk diminum, 4. Tenaganya untuk membajak sawah, 5. Kotorannya untuk tungku.


Durgamahisasuramardini

No. Inventaris : 51/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 88 cm L. 48 cm  Tb. 26 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri dan bertangan 8. Keempat tangan kanan masing-masing membawa cakra, pedang, panah, serta menarik ekor lembu. Sedang keempat tangan kiri masing-masing membawa kerang bersayap, kapak, busur, serta gada.  Seperti halnya dengan arca Durgamahisasuramardini no. inventaris 47/Kota Malang.


Nandiśwara

No. Inventaris : 52/ Kota Malang
Nama Benda   : Nandiśwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 47.5 cm L. 40 cm  Tb. 27 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan berdiri tegak lurus (samabhangga). Telapak tangan kanan dan kiri patah. Pada sandaran sebelah kanan arca terdapat senjata trisula. Arca ini dipahat sederhana dengan kain penutup kaki yang polos dan tebal. Figur tokoh tampaj kaku, sehingga dapat diduga bahwa arca ini merupakan produk jaman Majapahit akhir, hal mana tampak pada hiasan mahkota, trisula, serta perhiasan yang dipakainya.


Mahakala

No. Inventaris : 53/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 81 cm L. 44 cm  Tb. 3 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan berdiri tegak lurus (samabhangga) dengan lutut kaki kanan sedikit ditekuk. Tangan kiri membawa gada yang diletakkan lurus sejajar dengan kaki, sedangkan tangan kanan berada di pinggang dengan memegang sesuatu benda yang tidak jelas. Memakai kain sebatas perut hingga bawah lutut, dalam hal ini tampak kain tersebut bagian bawah diwiru. Muka aus, rambut yang gimbal diikat. Arca ini dilihat dari gaya pahatan serta jenis batunya sama dengan gaya arca pada no. inventaris 52/Kota Malang. Memang dalam percandian Nandiswara selalu berpasangan dengan Mahakala dalam menjaga pintu masuk ruang utama bangunan candi Hindu.


Lembu Nandi

No. Inventaris : 54/ Kota Malang
Nama Benda   : Lembu Nandi
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 40 cm P. 71.5  cm  Lb. 32 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi rebah ke tanah (njerum). Merupakan arca lembu yang masih utuh. Seperti halnya arca lembu lainnya, lembu Nandi merupakan wahana dari dewa Siwa.


Bodhisatwa (Awalokiteswara?)

No. Inventaris : 55/ Kota Malang
Nama Benda   : Bodhisatwa (Awalokiteswara?)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 98 cm L. 68 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Salah satu percandian Singosari
            Digambarkan dengan posisi berdiri dengan sikap tiga alur lekukan badan (tribhangga). Arca ini kaya akan hiasan di kanan dan kirinya. Pada lingkaran kesucian di belakang kepalanya dihias dengan pola ‘lidah api’. Pakaian arcanya sendiri dapat disebut berpakaian mewah (samboghakaya). Bagian paha ke bawah patah. Tangan kanan patah pada bagian lengan, sementara tangan kiri membawa tangkai bunga teratai (diduga itu bunga teratai merah/padma, karena pada bonggol tangkai teratai yang berada di bawahnya terdapat daun dari jenis teratai merah. Sandarannya yang sekaligus sebagai ‘prabha’ dihias dengan hiasan angsa, makara, dan singa yang kaki-kakinya diganti dengan kaki kuda/lembu (dalam kesenian Singasari sering kita jumpai pertukaran kaki semacam ini, seperti kaki kuda diganti dengan kaki singa).
            Lambang-lambang binatang seperti angsa, makara, dan singa erat hubungannya dengan ajaran kebijaksanaan, kesucian, dan keberanian. Angsa dianggap dapat memisahkan/menyaring susu di antara air biasa. Ini menyatakan VIVEKA (kebijaksanaa, kemampuan pembeda), sehingga melambangkan VIDYA (pengetahuan). Makara adalah lambang binatang ajaib yang selalu dihubungkan dengan air, di mana air sifatnya suci. Sedangkan Singa merupakan lambang keberanian dan menjadi lambang umum dalam agama Budha. Sang Budha sendiri dijuluki Singa dari suku Sakya.
            Mengingat semua itu, arca ini diduga adalah arca ‘Bodhisatwa Awalokiteswara’. Bodhisatwa itu semacam wakil Budha yang berkedudukan di langit yang selalu memperhatikan/peduli dan belas kasih kepada umat manusia. Untuk dunia sekarang wakil Budha itu adalah Awalokiteswara yaitu wakil Budha Sakyamuni, yang juga dianggap sebagai pelindung agama budha Mahayana. Di Cina ia disebut Kwan-Im. Di Jepang disebut sebagai Kwan-Non. Bunga teratai merah (padma) adalah laksana atau ciri dari bodhisatwa ini. Dari itu ia juga disebut Padmapani (yang membawa bunga teratai merah).
            Pada umumnya untuk bodhisatwa ini di mahkotanya selalu terdapat gambar budha Amitabha (budha dunia sekarang). Tetapi untuk arca Awalokiteswara yang bertangan dua terkadang memang tidak terdapat gambar tersebut di mahkotanya. Dilihat dari gaya pahatannya, arca ini berasal dari jaman Singasari yang mendapat pengaruh kesenian dari dinasti Pala di India. Dalam hal ini kesenian Pala itu memuncak pada abad XII M dengan gaya pahatan yang penuh lemah lembut tetapi serba kaya dan berlebihan.


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 56/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran           : Tg. 70.5 cm L. 49.5 cm  Tb. 17 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan berdiri dengan tangan kanan membawa tasbih (aksamala), sedangkan tangan kiri membawa kendi amerta (kamandalu). Terdapat sandaran yang dapat diketahui seperti bagian dari relung candi. Rambut diurai dengan bentuk ikal. Tokoh ini dapat diidentifikasi sebagai Siwa Mahaguru karena membawa kendi amerta, juga didukung adanya figur tokoh yang berjanggut.


Ganesya

No. Inventaris : 57/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 68 cm L. 39 cm  Tb. 40 cm
Asal                 : Tidak diketahui
       Digambarkan duduk seperti bayi, sandaran serta tangan sebelah kiri pecah.Tangan kanan membawa sesuatu. Dua tangan belakang lainnya membawa sesuatu benda yang tidak teridentifikasi.

 Śangkhara

No. Inventaris : 58/ Kota Malang
Nama Benda   : Śangkhara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 68.5 cm L. 44 cm  Tb. 30 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi duduk sila tumpang (wirasana). Pada tengkuknya terdapat hiasan bulan sabit. Dua tangan diletakkan di atas lutut sambil membawa sekuntum bunga teratai merah (padma).
            Figur tokoh dewa ini sangat menarik karena ditengkuknya terdapat hiasan bulan sabit (ardhacandra). Dewa yang memakai hiasan bulan sabit ditengkuknya ada yang menyatakan itu adalah dewa Candra. Namun pengarcaan dewa Candra di Indonesia pada umumnya digambarkan bersama-sama dengan tunggangannya, yaitu 10 ekor kuda, seperti halnya Surya yang memiliki kendaraan 7 ekor kuda. Dalam ikonografi, dewa yang mengenakan hiasan bulan sabit ditengkuknya adalah Manjusri (tokoh bodhisatwa dalam pantheon agama Budha), dan bunga teratai yang dibawanya adalah teratai biru (nilotpala). Sementara dewa yang satu ini membawa bunga teratai merah. Dewa agama Hindu yang memakai hiasan bulan sabit ditengkuknya serta membawa bunga teratai merah adalah dewa Skanda. Namun sayang bahwa tidak terdapat pemujaan khusus terhadap dewa Skanda di Jawa. Dalam agama Hindu aliran Siwa Sidhanta di Indonesia, yang menempatkan dewa Siwa sebagai dewa tertinggi (Paramasiwa), pada sistem dewa penjaga mata angin (astadikpalaka), dewa Skanda tidak mendapat tempat.
            JL. Moens dalam telaahnya berhasil mencarikan jalan keluar tentang hal ini. Dalam sistem pantheon agama Hindu, dewa Skanda sama dengan dewa Agni. Sedangkan bentuk rudra atau demonis dari Agni di swahloka adalah ‘Sangkhara’. Dewa Sangkhara dalam sistem astadikpalaka berkedudukan di barat laut. Dengan demikian dapat diduga bahwa arca yang mengenakan hiasan bulan sabit ditengkuknya serta membawa bunga teratai merah ini adalah arca salah satu dari astdikpalaka, yaitu dewa Sangkhara.


Durgamahisasuramardini

No. Inventaris : 59/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 65.5 cm L. 49 cm  Tb. 26.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Bertangan delapan, masing-masing tangan kanan membawa kebut lalat (camara), cakra, trisula, serta menarik ekor lembu yang diinjaknya. Sedang tangan kiri masing-masing membawa kerang bersayap (sangkha), pedang (kadga), kapak (parasu), serta menarik tangan raksasa kecil yang keluar dari kepala lembu.


 Trimurti/Trisirah          

No. Inventaris : 60/ Kota Malang
Nama Benda   : Trimurti/Trisirah
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 64.5 cm L. 39 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk dengan posisi sila tumpang (wirasana). Kepala tiga buah dengan ukuran yang tidak proporsional. Tangan 4, yang masing-masing tangan kanan belakang membawa benda bulat (mungkin bentuk sketsa dari tasbih), sedangkan tangan kiri belakang aus. Dua tangan depan berada di depan perut dalam sikap semadi sambil membawa bunga teratai merah.
            Figur dewa Trimurti merupakan kesatuan badan dari Brahma, Wisnu, dan Siwa. Pemujaan terhadap dewa ini tidak bertempat di suatu mandala percandian, tetapi mungkin berada pada sistem mandala/asrama kependetaan agama Hindu. Terbukti karya pembuatannya kasar dan tidak proporsional sesuai dengan aturan yang terdapat pada ilmu membuat arca.


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 61/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 79 cm L. 45 cm  Tb. 23 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan membawa trisula, sedangkan tangan kiri membawa kendi amerta (kamandalu), berperut buncit dan berjanggut runcing.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 62/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 68.5 cm L. 29.5 cm  Tb. 29 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk sila tumpang (wirasana) di atas lapik segi empat yang tinggi. Bagian belakang arca terdapat sandaran berbentuk segi empat belum selesai tergarap. Tangan kanan diletakkan di atas lutut, bagian telapak tangan putus. Tangan kiri mulai dari lengan putus. Sebagian mahkotanya putus. Rambut ikal terurai di atas pundak. Wajah seperti raksasa. Tidak dapat diidentifikasi arca  dewa siapa yang digambarkan, karena tidak didapat atribut senjata yang dibawanya.


Ganesya

No. Inventaris : 63/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 78 cm L. 37 cm  Tb. 36.5 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk seperti bayi. Tangan kanan belakang membawa kapak, sedang tangan kiri belakang membawa tasbih. Dua tangan depan masing-masing membawa mangkuk di atas lutut. Belalai tidak ada, pada mahkota terdapat hiasan tengkorak dan bulan sabit. Arca ini diidentifikasi sebagai Ganesya karena ciri-ciri seperti perut buncit dan mulut yang lebar, serta senjata kapak yang dibawanya.


Ganesya

No. Inventaris : 64/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 70 cm L. 38 cm  Tb. 24 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk seperti bayi di atas lapik segi empat. Tangan kanan depan telapak tangan putus, tangan kanan belakang membawa tasbih. Tangan kiri depan membawa sesuatu, sedang tangan kiri belakang membawa kapak. Berperut buncit dengan belalai yang sangat pendek.


Ganesya

No. Inventaris : 65/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 92 cm L. 66 cm  Tb. 62 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Arca Ganesya ini dalam keadaan terpotong bagian bawahnya (lapik, kaki, dan tangan kiri). Lapik segi empat berhias bunga teratai dengan kelopak mengarah ke atas. Sikap duduk seperti bayi. Belailai tidak ada, mulut lebar, hidung berlobang besar. Melihat figur arca yang besar, diduga arca Ganesya ini tidak ditempatkan di bangunan percandian, tetapi diletakkan disuatu tempat yang berfungsi sebagai penangkal kekuatan magis. Ganesya jenis ini sering disebut Vignavigneswara.


Ganseya

No. Inventaris : 66/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganseya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 96 cm L. 77 cm  Tb. 67 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Digambarkan duduk di atas lapik bulat dan duduk seperti bayi. Kedua tangan depan masing-masing membawa mangkuk, sedangkan tangan belakang tidak dapat diidentifikasi benda yang dibawanya. Arca bentuk ini merupakan arca  yang diletakkan pada tempat-tempat yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Oleh karena itu disebut sebagai Vignavigneswara.


Trimurti/Trisirah

No. Inventaris : 67/ Kota Malang
Nama Benda   : Trimurti/Trisirah
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 42.5 cm L. 26 cm  Tb. 19 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca Trimurti digambarkan duduk  sila tumpang (wirasana). Figur dewa Trimurti merupakan kesatuan badan dari Brahma, Wisnu, dan Siwa. Pemujaan terhadap dewa ini tidak bertempat di suatu mandala percandian, tetapi mungkin berada pada sistem mandala/asrama kependetaan agama Hindu. Terbukti karya pembuatannya kasar dan tidak proporsional sesuai dengan aturan yang terdapat pada ilmu membuat arca.


Durgamahisasuramardini

No. Inventaris : 68/ Kota Malang
Nama Benda   : Durgamahisasuramardini
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 44 cm L. 24.5 cm  Tb. 18 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Digambarkan dengan posisi tiga alur lekukan badan (tribhangga). Bertangan 8, empat tangan kanan masing-masing membawa senjata yang semuanya aus sehingga tidak dapat diidentifikasi, sedangkan empat tangan kiri dua diantaranya membawa pedang dan menarik rambut kepala raksasa kecil yang tampak jongkok di atas kepala lembu yang diinjak oleh Durga.


Resi
No. Inventaris : 69/ Kota Malang
Nama Benda   : Resi
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 49 cm L. 23 cm  Tb. 12 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Ciri yang menunjukkan bahwa arca ini adalah tokoh ‘Resi’ adalah perut yang buncit serta adanya kendi amerta (kamandalu) yang berada di kiri bawah. Digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga).

 Arca Dewi

No. Inventaris : 70/ Kota Malang
Nama Benda   : Arca Dewi
Bahan              : Batu Trasid kuning
Ukuran            : Tg. 46 cm L. 19 cm  Tb. 26 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Dilihat dari figurnya,  tokoh yang digambarkan tentunya seorang wanita. Namun sulit diketahui tokoh dewi siapa yang dimaksudkan, karena tanda-tanda yang dipakainya tidak menunjuk kepada tokoh dewi baik dalam pantheon agama Hindu maupun agama Budha. Sehingga sulit untuk diidentifikasi.


Mahakala

No. Inventaris : 71/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 46 cm L. 22.5 cm  Tb. 17 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca yang sederhana ini digambarkan dengan posisi berdiri dengan tiga alur lekukan badan (tribhangga). Dilihat dari senjata yang dibawanya, yaitu gada dengan hulu berhias ‘wajra’, tentunya dapat diketahui bahwa tokoh yang dimaksudkan adalah ‘Mahakala’. Hanya di sini tidak diketahui bentuk wajahnya karena kepala hilang.


Tokoh Pertapa

No. Inventaris : 72/Malang
Nama Benda   : Tokoh Pertapa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 36 cm L. 25 cm  Tb. 15 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Identifikasi tokoh ini diduga adalah tokoh pertapa. Atribut yang dibawanya adalah tasbih yang diangkat di depan dada. Duduk sila tumpang (wirasana). Arca dengan tipe yang demikian lebih mendekati kepada arca-arca masa ‘Megalithik muda’ yang berkembang pada masa Majapahit akhir.


Tokoh Nenek moyang

No. Inventaris : 73/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Nenek moyang
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran           : Tg. 50 cm L. 33 cm  Tb. 25 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Bentuk arca semacam ini merupakan bentuk dari suatu aliran kebudayaan Jawa asli yang muncul kembali ketika kebudayaan Hindu-Budha melemah. Seperti arca pada no. inventaris 72/Kota Malang, penggambaran tersebut merupakan produk dari masa Majapahit akhir, dalam hal ini pada masa-masa tersebut budaya tradisi Megalithik timbul kembali.



Lingga Semu/Lingga Patok

No. Inventaris : 74/ Kota Malang
Nama Benda   : Lingga Semu/Lingga Patok
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran             : Tg. 55 cm L. 26 cm  Jari-jari 8 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Lingga semu atau lingga patok adalah sebuah batu berbentuk tugu dan mirip kepada bentuk ‘lingga’. Hanya lingga ini memiliki bagian segi empat dan silindris saja, sementara lingga yang sebenarnya memiliki 3 bagian, yaitu segi empat, segi delapan, dan silindris. Fungsi lingga semu adalah sebagai batas atau penanda terhadap suatu tanah yang dihadiahkan atau digunakan sebagai daerah yang ditetapkan untuk bangunan suci. Oleh karena itu lingga semu disebut juga lingga patok.


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 75/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran             : Tg. 60 cm L. 31 cm  Tb. 14 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca yang sederhana ini merupakan penggambaran dari tokoh arca Siwa Mahaguru. Digambarkan dengan posisi tegak lurus (samabhangga). Sebagaimana arca Siwa Mahaguru yang lain, tanda-tanda yang dapat dikenali adalah adanya senjata trisula yang dibawa oleh tangan kanan, sedangkan kendi amerta (kamandalu) dibawanya dengan tangan kirinya.


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 76/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 62 cm L. 22 cm  Tb. 19 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca ini digambarkan dengan posisi berdiri tegak lurus (samabhangga). Adanya senjata trisula, janggut yang runcing, serta perut yang buncit memberikan identitas bahwa arca tersebut adalah arca Siwa Mahaguru.


Lembu nandi

No. Inventaris : 77/ Kota Malang
Nama Benda   : Lembu nandi
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 25 cm P. 51 cm  Tb. 15 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Ini merupakan pahatan belum selesai dari rencana pembuatan sebuah arca lembu Nandi. Sehingga dilihat dari pengerjaannya memang kurang baik, tetapi dapat diidentifikasi dari bentuknya sebagai arca lembu Nandi.


Nandiśwara

No. Inventaris : 78/ Kota Malang
Nama Benda   : Nandiśwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 65 cm L. 24 cm  Tb. 18 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Ini adalah arca Nandiswara yang putus pada bagian tengah.  Digambarkan dengan posisi tegak lurus (samabhangga). Tangan kanan membawa senjata trisula.


Dewi Budhis (Tara?)

No. Inventaris : 79/ Kota Malang
Nama Benda   : Dewi Budhis (Tara?)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 63 cm L. 41 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Figur arca yang menggambarkan seorang dewi dengan sikap menyembah (anjalimudra), mengingatkan kepada tokoh dewi Tara, seorang dewi dalam pantheon agama Budha. Namun tidak jelas apakah tokoh yang dimaksudkan ini adalah penggambaran dari dewi Tara. Hanya dapat diduga bahwa penggambaran arca dewi yang bersikap menyembah (anjalimudra) biasanya merupakan arca pengiring dari arca dewa atau dewi yang utama.


Tokoh Dewi Ibu

No. Inventaris : 80/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewi Ibu
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 33 cm L. 42 cm  Tb. 18 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Dinamakan arca ‘dewi ibu’ karena penggambaran arca ini sederhana dan menunjuk kepada tokoh wanita yang sedang menggendong anak. Tokoh semacam ini berhubungan erat dengan dewi kesuburan, yang di Bali disebut Menbrayut, dalam pantheon agama Budha dikenal sebagai Hariti. Namun dilihat dari pahatannya yang sederhana, tokoh ini rupa-rupanya produk dari masa Megalithik muda.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 81/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 35 cm L. 25 cm  Tb. 24.5 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca ini digambarkan dengan posisi duduk dengan kaki kanan disilangkan dengan kaki kiri, sehingga kedua telapak kaki berada di atas kedua paha (sikap Padmasana). Kedua tangannya bertemu di depan perut dengan sikap telapak tangan kanan mengepal dengan ibu jari diangkat di atas telapak tangan kiri (sikap Linggamudra). Tidak jelas arca siapa yang digambarkan di sini. Namun pada umumnya dewa yang menggunakan sikap ‘linggamudra’ biasanya adalah dewa Siwa dan dewi Parwati.


Mahakala

No. Inventaris : 82/ Kota Malang
Nama Benda   : Mahakala
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 45 cm L. 22 cm  Tb. 14.5 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca ini dapat dikenali sebagai arca Mahakala dari senjata gada yang dibawanya. Senjata tersebut dibawa oelh tangan kirinya dengan diangkat di atas bahu kiri. Sementara posisi berdirinya tiga alur lekukan badan (tribhangga). Bagian-bagian arca sudah banyak yang aus.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 83/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 39 cm L. 19 cm  Tb. 13 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Tidak dapat diidentifikasi dengan jelas arca tokoh siapa yang digambarkan. Garapannya masih belum selesai. Tangan kanan membawa senjata mirip tombak berujung gemuk.


Siwa

No. Inventaris : 84/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 81 cm L. 45 cm  Tb. 46 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca ini digambarkan dengan posisi dwibhangga. Rambut terurai dan terkesan gimbal. Tangan kanan dan kiri masing-masing memegang kainnya yang berjuntai. Pada sandaran sisi kanan terdapat senjata trisula. Sehingga dapat diidentifikasi bahwa tokoh ini merupakan gambaran dari dewa Siwa.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 85/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 34 cm L. 19 cm  Tb. 16 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Secara keseluruhan arca ini dalam kondisi aus. Digambarkan duduk sila tumpang (wirasana). Tidak dapat diidentifikasi tokoh siapa yang digambarkan.


Tokoh Dewa

No. Inventaris : 86/ Kota Malang
Nama Benda   : Tokoh Dewa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 54 cm L. 21.5 cm  Tb. 18 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca ini juga sulit untk diidentifikasi. Digambarkan duduk sila tumpang (wirasana). Mahkota yang dipakai mirip dengan bentuk mahkota wayang masa sekarang dengan hiasan telinga (sumping) yang menyatu dengan mahkota.


Arca Tokoh Pertapa

No. Inventaris : 87/ Kota Malang
Nama Benda   : Arca Tokoh Pertapa
Bahan              : Batu Andesit Merah
Ukuran            : Tg. 44 cm L. 25 cm  Tb. 16 cm
Asal                 : dari gereja Kayutangan
            Arca ini dapat dikatakan istimewa karena merupakan penggambaran tokoh siswa dari sebuah pertapaan. Yang menarik perhatian adalah adanya senjata keris yang diselipkan di belakang pinggang, sehingga mirip tokoh pada tradisi masyarakat Bali. Dilihat dari posisi duduknya yang bersimpuh, dapat diduga bahwa arca ini merupakan gambaran seorang tokoh dalam sebuah pertapaan. Mungkin dapat disebutkan dari sosok ‘kaki’ (siswa) dari suatu mandala kadewaguruan atau asrama kependetaan.


 Jaladwara

No. Inventaris : 88/ Kota Malang
Nama Benda   : Jaladwara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 42 cm P. 40 cm  Tb. 17 cm
Asal                 : Karuman Kel. Tlogomas kec. Lowokwaru-Malang
            Jaladwara merupakan fragmen bangunan secara teknis digunakan untuk saluran air. Dengan demikian benda ini selalu berhubungan dengan bangunan air (patirthan). Bagi bangunan candi yang besar seperti Borobudur dan Prambanan, perlu adanya ‘jaladwara’ sebagai jalan pembuang air dari lantainya apabila hujan. Namun pada umumnya fragmen jaladwara ini sering digunakan berhubungan dengan bangunan patirthan, seperti candi Songgoriti, situs candi di ‘Karuman’, dan sebagainya.  Oleh karena berhubungan dengan air, maka motif pada jaladwara umumnya bermotif ‘makara’, yaitu hewan air ajaib dalam kesenian Hindu.


Budha Aksobhya           

No. Inventaris : 89/ Kota Malang
Nama Benda   : Budha Aksobhya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 150 cm L. 110 cm  Tb. 110 cm
Asal                 : Salah satu percandian Singosari
            Arca Budha Aksobhya dari percandian Singosari ini diduga dibawa ke Malang dan diletakkan di taman Assisten Residen antara tahun 1815 s.d. 1820. Arca ini menggambarkan tokoh Budha dalam pantheon agama Budha Mahayana yang sedang duduk bersila dengan sikap Padmasana. Kepala gundul, daun telinga panjang, serta raut muka menunjukkan seseorang sedang semadi. Pada leher tampak 3 guratan lipatan yang menandakan kebahagiaan. Memakai jubah tipis, sehingga tampak seperti telanjang.  Tangan kanan bersikap menyinggung bumi (Bhumisparsamudra), yaitu telapak tangan menelungkup, sementara tangan kiri berada di depan perut. Budha ini disebut sebagai Budha Aksobhya, yaitu Budha penguasa timur.
            Dalam riwayat sang Budha diceritakan bahwa ketika sang Budha Sidharta Gautama sedang bersemadi mencari pencerahan di bawah pohon ‘bodhi’, ia mendapat godaan yang hebat dari setan perempuan bernama ‘Mara’ beserta pengikutnya. Godaan yang bertubi-tubi tersebut tidak dapat menggoncangkan semadi sang Budha. Dalam keteguhannya itu sang Budha bersumpah dengan menyentuh bumi sebagai saksi bahwa ia tidak akan termakan oleh bujuk rayu ‘Mara’.
            Dalam agama Budha aliran Mahayana, tokoh Budha dikenal dalam 5 bentuk yang disebut 5 ‘tathagatha’ (5 Budha tertinggi). Kelima Budha tersebut mempunyai tempat sesuai dengan posisi penjuru mata angin, yaitu pusat (tengah), timur, utara, barat, dan selatan. Budha yang berkedudukan di tengah bernama Budha Wairocana (yang bersinar atau yang menerangi). Sikap tangannya ‘Dharmacakramudra’ yang berarti memutar roda dharma, yaitu kedua telapak tangan berada di depan dada dengan sikap seperti seorang menangkap bola. Budha yang di timur adalah Budha Aksobhya (yang tenang tidak terganggu). Sikap tangannya ‘Bhumisparsamudra’ yang berarti menyinggung bumi, yaitu telapak tangan kanan ditelungkupkan di atas lutut, sedang telapak tangan kiri berada di depan perut dengan posisi menengadah. Budha yang berkedudukan di utara adalah Budha Amoghasiddhi (keuntungan yang tak binasa). Sikap tangannya ‘Abhayamudra’ yang berarti tidak perlu takut, yaitu telapak tangan kanan menghadap kea rah depan. Budha yang berada di barat adalah Budha Amitabha ( terang yang kekal). Sikap tangannya ‘dhyana mudra’ yang berarti bersemadi, yaitu kedua telapak tangan saling bertumpu di depan perut dengan telapak tangan menengadah. Budha yang berkedudukan di selatan adalah Budha Ratnasambhawa (yang lahir dari permata). Sikap tangannya ‘waramudra’ yang berarti membari anugerah, yaitu telapak tangan kanan menengadah ke atas, sedang telapak tangan kiri berada di depan perut dengan posisi menengadah.


Makara

No. Inventaris : 90/ Kota Malang
Nama Benda   : Makara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 122 cm P. 130 cm  Tb. 60 cm
Asal                 : Dukuh Njoyo-Merjosari kec. Lowokwaru Malang
            Makara sebenarnya sebutan dari sebuah ornamentasi atau ragam hias Hindu yang menggambarkan hewan ajaib di dalam mitologi Hindu. Dalam mitologi India disebutkan adanya hewan ajaib yang mempunyai badan seekor ikan dengan kepala seekor gajah. Dalam kesenian Hindu-Jawa dikenal istilah ‘Gajamina’.
            Motif hiasan makara di Indonesia banyak digunakan sebagai hiasan ambang pintu percandian serta jorokan pipi tangga masuk. Namun perlu diketahui bahwa hiasan makara ini di Indonesia berkembang pesat dari abad VIII s.d X M. Pada abad-abad berikutnya hiasan dengan motif makara ini telah diganti dengan kepala naga. Motif makara tetap bertahan pada ornament yang berhubungan dengan patirthan, dan berfungsi sebagai ‘jaladwara’ atau pancuran air.
            Makara yang terdapat di sini adalah makara bekas hiasan dari jorokan pipi tangga masuk sebuah bangunan candi. Ditemukan di daerah Njoyo-Merjosari. Dilihat dari ciri hiasannya yang berupa mulut ikan menganga dengan belalai gajah serta di dalamnya terdapat hiasan seekor singa kecil, dapat diperkirakan bahwa makara ini berasal dari masa abad VIII s.d X M. Penduduk setempat waktu itu menyebut ‘watu ukel’ atau ‘watu jaran kepang manten’.  


Makara

No. Inventaris : 91/ Kota Malang
Nama Benda   : Makara
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 130 cm P. 130 cm  Tb. 62 cm
Asal                 : Dukuh Njoyo-Merjosari kec, Lowokwaru Malang
            Makara ini merupakan pasangan dari makara dengan no. inventaris 90/Kota Malang.


Bodhisatwa Manjuśri

No. Inventaris : 92/ Kota Malang
Nama Benda   : Bodhisatwa Manjuśri
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 70 cm L. 42 cm  Tb. 32 cm
Asal                 : dari daerah Kediri
            Arca ini digambarkan dengan posisi duduk padmasana. Berpakaian mewah (samboghakaya). Tangan 4 buah, tangan kanan belakang membawa bunga teratai biru yang di atasnya terdapat buku (keropak), sedang tangan kiri belakang membawa tangkai bunga teratai putih. Dua tangan lainnya masing-masing berada di atas lutut dengan sikap memberi anugerah (waramudra).
            Arca Manjuśri ini diduga merupakan hasil kesenian dari kerajaan Kadiri. Ciri dari hasil kesenian kerajaan Kadiri adalah: 1) pada pangkal lengan arca selalu terdapat tali badong, 2) hiasannya dibuat mewah (samboghakaya), 3) pahatannya terkesan kuat (tegar) tidak halus atau lemah lembut.
            Tentang uraian Manjusri adalah sebagai berikut: Dalam ajaran agama Budha Mahayana, di samping dikenal tokoh Budha, juga dikenal tokoh Bodhisatwa. Bodhisatwa merupakan pancaran atau wakil dari sang Budha untuk berhubungan dengan manusia. Jumlah Bodhisatwa itu banyak. Salah satu bodhisatwa yang terkenal adalah Manjusri, yang merupakan bodhisatwa ‘kebijaksanaan’ atau ‘pemberantas kebodohan’. Ciri-ciri dari bodhisatwa manjusri adalah selalu membawa bunga teratai biru bertangkai yang di atas bunga terdapat buku (keropak). Adakalanya Manjusri digambarkan sebagai bodhisatwa yang membawa kitab dan pedang sebagai lambang pemberantas kebodohan, serta ditengkuknya terdapat hiasan bulan sabit.


Siwa

No. Inventaris : 93/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 85 cm L. 44 cm  Tb. 35 cm
Asal                 : dari daerah Kediri
            Penggambaran tokoh Siwa di sini sederhana sekali. Tokoh ini digambarkan dengan posisi duduk dengan sikap padmasana. Tangan kanan belakang membawa senjata trisula, sedang tangan kanan depan berada di atas lutut kanan dengan sikap menengadah ke atas (waramudra). Tangan kiri belakang membawa bunga teratai merah (padma), sedangkan tangan kiri depan berada di atas lutut kiri dengan sikap menengadah (waramudra).


Fragmen Garuda Wisnu/Nandi Siwa

No. Inventaris : 94/ Kota Malang
Nama Benda   : Fragmen Garuda Wisnu/Nandi Siwa
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 37 cm L. 16 cm  Tb. 14 cm
Asal                 : dari daerah Kediri
            Arca ini masih berupa sketsa. Tidak jelas identitasnya untuk penggambaran dewa siapa.Tetapi dilihat dari sketsanya, arca ini tentunya akan digunakan untuk menggambarkan tokoh Wisnu naik garuda atau tokoh Siwa naik lembu.


Siwa Mahaguru

No. Inventaris : 95/ Kota Malang
Nama Benda   : Siwa Mahaguru
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 63 cm L. 18 cm  Tb. 17 cm
Asal                 : Gasek-Karangbesuki kec. Sukun Malang
Ditinjau dari seni arca, arca Siwa Mahaguru ini sangat istimewa. Dari langgam pahatannya dapat diketahui bahwa arca semacam itu jarang didapat di Jawa Timur, atau bahkan tidak ada. Karena gaya kesenian arca semacam ini merupakan gaya kesenian  sekitar abad VIII s.d IX M, yang pada waktu itu didominasi oleh Jawa Tengah, dapat dibandingkan dengan arca-arca Siwa Mahaguru dari Jawa Tengah seperti Siwa Mahaguru dari candi Banon, candi Sambisari, candi Prambanan, dan sebagainya. Keistimewaan dari arca Siwa Mahaguru ini adalah hiasan rambutnya yang terurai hingga punggung, perutnya yang tidak buncit, serta adanya bekas hiasan kantong air pada sabuk yang mengikat kainnya. Arcanya sendiri digambarkan tegak lurus (samabhangga), namun posisi tegak lurus tersebut tidak terkesan kaku. Kumis dan janggut yang runcing dengan pahatan yang sangat halus. Menandakan bahwa pembuat arca (silpin) adalah orang yang paham terhadap aturan ikonometri (ukuran arca).


Ganesya

No. Inventaris : 96 /Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 72 cm L. 40 cm  Tb. 34 cm
Asal                 : Gasek-Karangbesuki kec. Sukun Malang
           

Ganesya

No. Inventaris : 97/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 45 cm L. 40 cm  Tb. 28 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang
            

 Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 98/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 36 cm L. 39 cm  Tb. 39 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang
            Ornamentasi Simbar atau dalam istilah arkeologi sering disebut antefix, adalah suatu fragmen dari hiasan pada struktur bangunan candi. Simbar biasanya terdapat pada bagian puncak candi. Menghiasi pelipit-pelipit mistar pada atap bangunan candi. Simbar atau antefix pada umumnya dihias dengan hiasan sulur-suluran teratai. Motif simbar semacam ini biasanya terdapat pada candi-candi gaya Jawa Tengah, sedangkan motif simbar pada gaya candi Jawa Timur sudah berbeda.


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 99/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg 36  cm L. 42 cm  Tb. 42 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 100/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 53.5 cm L. 55 cm  Tb. 11 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 101/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 33 cm L. 48 cm  Tb. 9.5 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 102/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 36 cm L. 42 cm  Tb. 9.5 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 103/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 32 cm P. 60 cm  Tb. 12 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 104/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 41 cm P. 52 cm  Tb. 12 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 105/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 19.5 cm P. 80 cm  Tb. 13 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Simbar (Antefix)

No. Inventaris : 106/ Kota Malang
Nama Benda   : Simbar (Antefix)
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 44 cm P. 66 cm  Tb. 12 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Fragmen Pipi Tangga

No. Inventaris : 107/ Kota Malang
Nama Benda   : Fragmen Pipi Tangga
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 39.5 cm P. 66 cm  Tb. 33 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang


Fragmen Kemuncak Candi

No. Inventaris : 108/ Kota Malang
Nama Benda   : Fragmen Kemuncak Candi
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 32 cm P. 23 cm  Lb. 23 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang
            Fragmen kemuncak candi ini menghiasi bagian atap pada candi-candi umumnya yang berasal dari kesenian masa abad VIII s.d X M. Motif semacam ini dapat dilihat pada bangunan candi seperti candi Badut dan candi-candi di Jawa Tengah lainnya.


Batu Umpak

No. Inventaris : 109/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Umpak
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 34 cm Jari-jari: 36 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang
            Batu yang mirip kenong dengan tonjolan tinggi ini diduga merupakan sebuah umpak dari struktur bangunan rumah atau pendapa.


Batu Umpak

No. Inventaris : 110/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Umpak
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 33 cm Jari-jari: 33 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang
            Batu yang mirip kenong ini diduga merupakan sebuah umpak dari struktur bangunan rumah atau pendapa.


Batu Umpak

No. Inventaris : 111/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Umpak
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 42 cm Jari-jari: 35 cm
Asal                 : Kertosentono Ketawanggede kec. Lowokwaru Malang
            Batu dengan tonjolan yang tinggi ini juga diduga merupakan sebuah umpak dari struktur bangunan rumah atau pendapa.


Yoni

No. Inventaris : 112/ Kota Malang
Nama Benda   : Yoni
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 89 cm P. 81 cm  Lb. 80 cm
Asal                 : Tlogomas kec. Lowokwaru Malang
            Yoni ini ditemukan pada tahun 1988 sewaktu orang menggali tanah untuk pondasi rumah. Belakangan diambil oleh Institut Teknologi Palapa sebagai koleksi. Akhirnya pada tahun 2003 dihibahkan ke Sub Din Kebudayaan Dinas Pendidikan Kota Malang untuk disimpan di Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya Pu Purwa Malang.
            Yoni yang seharusnya selalu berpasangan dengan lingga ini, ketika didapatkan lingga sudah tidak ada. Menurut kitab Lingga Purana, lingga dianggap sebagai gambaran kesadaran suci, sementara yoni menggambarkan sumber penciptaan atau ibu dunia. Lingga dianggap sebagai mulavigraha dari dewa Siwa, sedangkan yoni dianggap sebagai mulavigraha dari dewi Parwati. Yoni digambarkan berbentuk kubus, yang pada salah satu sisinya terdapat cerat atau jalan air. Pada permukaanya terdapat lobang untuk menempatkan lingga.


Yoni

No. Inventaris : 113/ Kota Malang
Nama Benda   : Yoni
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 56 cm L. 54 cm  Tb. 54.5 cm
Asal                 : Dinoyo kec. Lowokwaru Malang


Batu Pipisan

No. Inventaris : 114/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Pipisan
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 10 cm P. 32 cm  Lb. 19 cm
Asal                 : Hibah dari Bapak Suradi Jl. Muharto Malang
            Batu pipisan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.


Batu Pipisan

No. Inventaris : 115/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Pipisan
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 8  cm P. 31 cm  Lb. 21 cm
Asal                 : Hibah dari Bapak Suradi Jl. Muharto Malang
            Batu pipisan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.



Batu Giling Pipisan

No. Inventaris : 116/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Giling Pipisan
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : P. 21.5 cm Jari-jari: 7 cm
Asal                 : Hibah dari Bapak Suradi Jl. Muharto Malang
            Batu Giling pipisan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.



Batu Pelor

No. Inventaris : 117/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Pelor
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Jari-jari 10 cm
Asal                 : Tidak diketahui
            Batu pelor merupakan salah satu tinggalan budaya Megalithik, tetapi apa fungsi dan cara penggunaannya tidak diketahui.


Yoni

No. Inventaris : 118/ Kota Malang
Nama Benda   : Yoni
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 41.5 cm P. 55 cm  Lb. 54 cm
Asal                 : Merjosari kec. Lowokwaru Malang



Bata Merah

No. Inventaris : 119/ Kota Malang
Nama Benda   : Bata Merah
Bahan              : Tanah bakar
Ukuran            :  P. 40 cm Lb. 26.5 cm  Tb. 10 cm
Asal                 : Tlogomas kec. Lowokwaru
            Bata merah merupakan bahan dari suatu struktur bangunan, baik percandian, perumahan, maupun patirthan. Pada bangunan percandian, bata merah pada umumnya digunakan sebagai isian pondasi, sungguhpun bahan utama dari bangunan candi tersebut dari batu. Bata merah juga digunakan sebagai bahan bangunan patirthan atau kolam. Sementara untuk rumah biasanya digunakan sebagai pondasi dan lantai. Penggunaan bata merah pada bangunan percandian menunjuk kepada fungsi teknis dan fungsi magis. Fungsi teknis bata merah dapat mengurangi beban dari bangunan tersebut, sementara fungsi magisnya sebagai lambang dari unsur ‘pancamahabutha’ yang melingkupi alam semesta. Unsur ‘pancamahabutha’ atau 5 kekuatan energi tersebut adalah : tanah, air, api, udara, dan ether.


Prasasti Dinoyo 2

No. Inventaris : 120/ Kota Malang
Nama Benda   : Prasasti Dinoyo 2
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 75 cm L. 57 cm  Tb. 30 cm
Asal                 : Jl. MT. Haryono Dinoyo kec. Lowokwaru Malang
            Batu prasasti ini ditemukan di sekitar pertigaan Jl. MT. Haryono dengan Jl Gajayana kelurahan Dinoyo Malang pada tahun 1985. Prasasti menggunakan bahasa Jawa kuno dan berhuruf Jawa kuno pula. Disebut sebagai prasasti Dinoyo 2 karena di Dinoyo pernah ditemukan prasasti yang disebut prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M. Prasasti Dinoyo 2 ini memuat dua penanggalan. Penanggalan pertama memuat angka tahun 773 saka bulan Magha hari Wrehaspati Was Umanis tanggal 8 paro terang (tanggal 15 Januari 851 M). Penanggalan kedua memuat angka tahun 820 saka bulan Srawana hari Aditya Mawulu Umanis tanggal 8 paro gelap (tanggal 2 Juli 898 M). Isi yang dapat dipetik dari batu prasasti yang sebagian besar hurufnya aus tersebut adalah: bahwa pada tahun penanggalan yang pertama disebutkan bahwa Dang Hwan sang Hiwil dari Hujung menetapkan status tanah sawah untuk dijadikan sima bagi kelangsungan biara pertapaan yang dipimpin oleh Dang Hyang guru Candik. Penetapan tanah sawah tersebut disaksikan oleh beberapa pejabat. Tetapi dalam perjalanannya tanah sawah tersebut pada akhirnya oleh para tetua desa dijual kepada para tetua desa Kandal. Sehingga akhirnya pada penanggalan yang kedua ( 47 tahun kemudian) disebutkan bahwa tanah sawah tersebut ditebus kembali oleh Dang Hwan dari Hujung yang namanya tidak diketahui karena aus, untuk diberikan dan ditetapkan lagi sebagai tanah sawah wakaf untuk biara pertapaan, dengan disaksikan oleh beberapa pejabat dan saksi lainnya.


Brahma

No. Inventaris : 121/ Kota Malang
Nama Benda   : Brahma
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 159 cm L. 118 cm  Tb. 75 cm
Asal                 : Salah satu percandian Singosari
            Arca ini pernah dilaporkan oleh J. Oey Blom pernah berada di halaman kantor Asisten Residen di Malang. Dipindahkan dari percandian Singosari bersama-sama dengan arca budha Aksobhya, dan ditempatkan di halaman Assisten Residen. Digambarkan duduk dalam sikap sila tumpang (wirasana). Berkepala 4 masing-masing menghadap ke mata angin, di mana kepala yang paling belakang dapat diketahui melalui lobang yang terdapat pada sandaran yang sekaligus menjadi prabhanya. Prabha dihias dengan hiasan pinggir awan dan lidah api.  Tangan  4 dengan perincian tangan kanan belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kiri belakang membawa bunga teratai merah (padma), kedua tangan depan masing-masing diletakkan di atas lutut (aus atau hilang). Pada kanan dan kiri arca terdapat hiasan teratai merah yang keluar dari umbinya, hal tersebut menunjukkan ciri dari kesenian Singasari. Kain yang dipakainya bermotif batik kawung yang diisi dengan ornamen yang rumit. Brahma adalah dewa pepcipta yang menciptakan dirinya sendiri (swayambhu).
Kepala 4 melambangkan sifat penguasanya sebagai penguasa semesta alam yang terbagi dalam 4 penjuru mata angin pusat. Empat wajah ini merupakan simbolisasi dari 4 kitab weda, empat yuga (jaman), dan 4 varnna (kasta). Brahma memiliki beberapa nama antara lain, hiranyagarbha (janin keemasan), prajapati (tuan segala makhluk), pitamaha (sang kakek moyang), vidhi (sang pengatur), lokesa (penguasa dunia), dan visvakarma (arsitek alam semesta). Brahma memiliki wahana (kendaraan) berupa Hamsa (angsa), serta sakti (istri), yaitu Sarasvati dan Savitri.


Ganesya Tikus

No. Inventaris : 122/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya Tikus
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 37 cm L. 24 cm  Tb. 22.5 cm
Asal                 : Hibah dari Bapak Jayusman Jl. Sambas no. 10 Malang
            Arca Ganesya ini sebagian besar dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk seperti bayi dengan badan sangat buntak atau tambun, sehingga kelihatan lucu, namun raut mukanya tampak garang. Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (jatamakuta). Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kanan depan aus, tangan kiri depan membawa mangkuk (modaka) namun telapak tangan ini pun juga aus. Belalai membelok ke kiri yang tentunya dengan ujung dicelupkan ke dalam mangkuk. Mengenakan kelat bahu (keyura), gelang tangan (kankana), dan gelang kaki (nupura). Di depan perut melintang tali kasta (upavita), perut buncit (lambodara). Keistimewaan dari arca Ganesya ini terdapat tali badong pada bahunya, yang menandakan arca ini hasil kesenian masa kerajaan Kadiri. Keistimewaan yang lain pada tempat duduknya yang berbentuk persegi terdapat gambar tikus. Tikus merupakan wahana dari dewa Ganesya. Di Indonesia, arca Ganesya digambarkan bersama-sama dengan tikus sangat jarang didapat.          


Ganesya

No. Inventaris : 123/ Kota Malang
Nama Benda   : Ganesya
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 51.5 cm L. 26 cm  Tb. 20 cm
Asal                 : Hibah dari Bapak Jayusman Jl. Sambas no. 10 Malang
Arca Ganesya ini juga dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk seperti bayi di atas bantalan bunga teratai merah (padmasana). Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (jatamakuta) dan di belakang kepala terdapat prabha. Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kanan depan membawa mangkuk, tangan kri depan juga membawa mangkuk (modaka). Ujung belalai dicelupkan pada mangkuk sebelah kiri.  Mengenakan kalung (hara), kelat bahu (keyura), gelang tangan (kankana). Di depan dada melintang tali kasta (upavita), perut buncit (lambodara).         


Lingga

No. Inventaris : 124/ Kota Malang
Nama Benda   : Lingga
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 42.5 cm L. 16 cm  Jari-jari:. 15.5 cm
Asal                 : Gasek-Karangbesuki kec. Sukun Malang
            Lingga dalam agama Hindu dipakai sebagai simbol maskulin (laki-laki), yang dianggap sebagai perkembangan dari penggambaran phallus (simbol alat genetalia laki-laki). Lingga dalam bentuknya dapat dibagi menjadi 3 bagian (tribhaga). Bagian bawah lingga yang berbentuk segi empat disebut ‘Brahmabhaga’, sedangkan bagian tengah yang berbentuk segi delapan disebut ‘Wisnubhaga’, sedangkan bagian atas yang berbentuk silinder berujung tumpul disebut ‘Siwabhaga’ atau ‘Rudrabhaga’. Pada bagian silinder ini terdapat goresan berbentuk setengah oval yang disebut ‘Brahmasutra’.
            Lingga merupakan bentuk dasar (mulavigraha) dari dewa Siwa. Dewa Siwa digambarkan dalam bentuk lingga ini untuk menunjukkan bahwa dia mempunyai beribu kaki, beribu mata, dan beribu telinga. Sehingga di setiap sisi dari dirinya terdapat kaki, mata, dan telinga. Dalam kitab Lingga Purana disebutkan bahwa lingga menggambarkan kesadaran suci dan agung.


Batu Gores

No. Inventaris : 125/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Gores
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : P. 110 cm Lb. 107 cm  Tg. 38 cm
Asal                 : Jl. Kanjuruhan Tlogomas kec. Lowokwaru Malang
            Batu gores merupakan salah satu produk dari masyarakat masa megalithik. Fungsi batu gores berhubungan dengan sistem upacara pertanian atau pula sebagai sarana upacara pengasahan senjata tajam.


Batu Lumpang

No. Inventaris : 126/ Kota Malang
Nama Benda   : Batu Lumpang
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : P. 100 cm L. 86 cm  Tg. 28 cm
Asal                 : Watu Gong Tlogomas kec. Lowokwaru Malang
            Batu lumpang pada awalnya merupakan produk dari kesenian masa Megalithik. Pada masa ini benda-benda yang berhubungan dengan pertanian banyak didapat, fungsinya sama-sama sebagai sarana upacara kesuburan pada masa itu.


Tugu Pal

No. Inventaris : 127/ Kota Malang
Nama Benda   : Tugu Pal
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 98 cm P. 34 cm  Lb. 33.5 cm
Asal                 : Buring kec.Kedungkandang Malang
            Batu berbentuk tugu ini belum diketahui secara pasti fungsinya. Apabila tugu ini ditemukan berada di tepi sungai, seperti yang terdapat di daerah Jombang dekat aliran sungai Brantas, fungsinya jelas sebagai tiang penambat perahu. Namun benda ini ditemukan di daerah Buring yang jauh dari sungai, ataukah memang batu tugu tersebut merupakan barang pindahan. Apabila memang berasal dari tempat tersebut (Buring), maka dugaan lain berfungsi sebagai tugu batas wilayah.


Tugu Pal

No. Inventaris : 128/ Kota Malang
Nama Benda   : Tugu Pal
Bahan              : Batu Andesit
Ukuran            : Tg. 46 cm Jari-jari: 33.5 cm
Asal                 : Buring kec. Kedungkandang Malang



1 komentar: