Koleksi Benda Cagar Budaya di Gereja Kayutangan
No. Inventaris : 129/ Kota Malang
Nama Benda : Prasasti Tija Haru-Haru
Bahan : Perunggu
Ukuran : P. 33.3 cm L. 10
cm Tb. 0.3 cm
Asal : Tidak diketahui
Prasasti yang pernah didata tahun
1996 dengan no. inventaris 87/Mlg/1996 ini merupakan prasasti yang ditulis
dalam huruf Jawa kuno dan berbahasa Jawa kuno. Tidak diketahui siapa raja yang memerintahkan
membuat prasasti tersebut dan tahun berapa prasasti dikeluarkan. Prasasti yang
ditemukan hanya lempeng ke 2 dan ke 3, masing-masing berisi 6 baris tulisan.
Isinya memuat tentang sengketa tanah di Tija dan Haru-haru. Pada mulanya ada
pengaduan dari Rakryan Jasun Wungkal kepada raja, menyatakan bahwa ia berhak
atas semua pajak dari sima kawajwan di Tija dan Haru-haru, tetapi Sang Awaju di
Manayuti tidak pernah menyerahkan pajak-pajak kepadanya.
Dengan adanya pengaduan itu, raja
memanggil sang awaju di Manayuti, yang dipimpin oleh Wasana dan Dinamwan.
Mereka ditanyai oleh raja tentang pajak-pajak dari sima kawajwan itu. Mereka
mengatakan bahwa pajak-pajak dipakai untuk menambah pembayaran kepada penarik
pajak yang minta lebih dari semestinya. Mereka mengatakan bahwa tidak ada
kewajiban untuk menyerahkan pajak kepada nayaka, dalam hal ini Rakryan Jasun
Wungkal, karena mereka sendirilah yang berhak sepenuhnya atas pajak-pajak dari
sima kawajwan. Mereka tidak boleh menjual atau menggadaikan sima itu.
Keterangan terakhir dari prasasti
menyatakan bahwa mereka memberikan kepada raja karena ternyata dari prasasti
itu bahwa sima mereka itu telah mereka jual kepada Buyut Amabaki 28 tahun yang
lalu, dan sekarang ini dinikmati hasilnya oleh Kebo Kikil yang merupakan ahli
waris dari Buyut Amabaki. Sifat pembelian itu ialah ‘waruk lepas’, sehingga
Buyut Amabaki berhak sepenuhnya atas semua pajak atas segala jenis tanah di
sima kawajwan wilayah Tija dan Haru-haru, termasuk seluruh denda-denda yang
dikenakan atas segala tindak pidana di lingkungan daerah sima tersebut. Sang
Awaju di Manayuti sama sekali tidak berhak lagi atasnya.
Kebo Kikil pun dihadapkan ke
persidangan. Sebenarnya raja sendiri masih ingat akan masalah pembelian sima
awaju di Manayuti oleh Buyut Amabaki, sehingga Kebo Kikil dinyatakan menang di
dalam perkara itu. Apalagi ternyata bahwa ada surat akta jual beli yang dibuat
oleh rakryan asima yang menyatakan bahwa jual beli itu sifatnya ‘waruk lepas’,
sehingga sejak saat pembelian itu Buyut Amabaki dan keturunan-keturunannya
berhak atas segala pajak dan penghasilan yang lain dari sima kawajwan di Tija
dan Haru-haru sampai akhir jaman. Sedangkan hak sang awaju di Manayuti beserta
keturunan-keturunannya sudah tidak ada lagi.
No. Inventaris : 130/ Kota Malang
Nama Benda : Prasasti Cunggrang
Bahan : Perunggu
Ukuran : P. 40.3 cm L. 13.6
cm Tb. 0.3 cm
Asal : Gunung Kawi-Malang
Prasasti yang pernah didata tahun
1996 dengan no. inventaris 88 ini merupakan prasasti tinulad yang ditulis
kembali pada masa kerajaan Majapahit. Prasasti terdiri dari 5 lempeng. Lempeng
1 dan 2 masing-masing berisi 9 baris tulisan, sementara 3 lempeng lain kosong.
Bahasa dan huruf yang digunakan Jawa kuno. Prasasti Cunggrang ditetapkan oleh
Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok pada tahun 851 saka atau 929 M. Di dalam
prasasti ini raja Sindok menetapkan desa Cunggrang yang masuk dalam wilayah
Bawang, di bawah pemerintahan langsung dari Wahuta Wungkal, dengan penghasilan
pajak sebanyak 15 suwarna emas, dan kewajiban kerja bakti senilai 2 kupang, dan
sejumlah katik prana, untuk dijadikan sebagai sima bagi pertapaan di Pawitra
dan bagi ‘sang hyang prasada silunglung sang siddha dewata rakryan bawang, ayah
rakryan binihaji sri parameswari dyah kebi’ (bangunan suci tempat pemujaan
arwah Rakryan Bawang yang telah diperdewakan, yaitu ayah dari permaisuri raja
yang bernama Dyah Kebi). Tugas kewajiban penduduk daerah yang dijadikan sima
itu ialah memelihara pertapaan dan prasada, juga memperbaiki bangunan pancuran
di Pawitra.
No. Inventaris : 131/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 17 cm L. 3.7
cm Tb. 3.3 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no.inventaris 89 ini berisi tentng hukum. Tulisan yang digunakan huruf
Jawa pertengahan, sedang bahasanya bahasa Jawa baru. Isi terdiri dari 12
lembar.
No. Inventaris : 132/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 18 cm L. 3.7
cm Tb. 3.3 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 90 belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf Jawa
baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 32 lembar.
No. Inventaris : 133/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 26 cm L. 3.6
cm Tb. 6 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 91 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 51 lembar
No. Inventaris : 134/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 18 cm L. 3.2
cm Tb. 1.6 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 92 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 9 lembar.
No. Inventaris : 135/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 41 cm L. 3.3
cm Tb. 6.5 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 93 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 88 lembar.
No. Inventaris : 136/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 39 cm L. 3 cm Tb. 9 cm
Asal :
Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 94 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 92 lembar.
No. Inventaris : 137/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 42 cm L. 3.2
cm Tb. 14 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 95 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 158 lembar
No. Inventaris : 138/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 56 cm L. 4 cm Tb. 12 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 96 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 98 lembar.
No. Inventaris : 139/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 24 cm L. 3.5
cm Tb. 2.4 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 97 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 30 lembar
No. Inventaris : 140/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 35 cm L. 3 cm Tb. 9.5 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 98 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 121 lembar
No. Inventaris : 141/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 42 cm L. 3.3
cm Tb. 10 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 99 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 109 lembar.
No. Inventaris : 142/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 12 cm L. 3.3
cm Tb. 10 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 100 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 116 lembar.
No. Inventaris : 143/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 11 cm L. 3 cm Tb. 3 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 101 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Isi terdiri dari 24 lembar.
No. Inventaris : 144/ Kota Malang
Nama Benda : Al Qur’an
Bahan : Kertas Segel CHK cover Kulit
Ukuran : P. 33.5 cm L. 22
cm Tb. 6 cm
Asal : Tidak diketahui
Alquran yang pernah didata tahun
1996 dengan no. inventaris 102 ini merupakan tulisan tangan dalam kondisi baik.
No. Inventaris : 145/ Kota Malang
Nama Benda : Serat Yusuf
Bahan : Kertas Dluwang
Ukuran : P. 21 cm L. 16cm Tb. 4.3 cm
Asal : Tidak diketahui
Serat Yusuf yang pernah didata tahun
1996 dengan no. inventaris 103 ini merupakan cerita dari Nabi Yusuf mulai dari
pembuangannya ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, hingga ditemukan oleh
saudagar kaya dan diaku sebagai anaknya. Berhuruf Jawa baru dengan bahasa Jawa
pertengahan.
No. Inventaris : 146/ Kota Malang
Nama Benda : Kitab
Bahan : Kertas Dluwang
Ukuran : P. 28 cm L. 21 cm Tb. 3.3 cm
Asal : Tidak diketahui
Kitab yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 104 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Arab dengan bahasa Arab dan Jawa .
No. Inventaris : 147/ Kota Malang
Nama Benda : Kitab
Bahan : Kertas Dluwang cover Kulit
Ukuran : P. 22.5 cm L. 17
cm Tb. 2 cm
Asal : Tidak diketahui
Kitab yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 105 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Arab dengan bahasa Arab dan Jawa.
No. Inventaris : 148/ Kota Malang
Nama Benda : Kitab
Bahan : Kertas Dluwang
Ukuran : P. 24 cm L. 18 cm Tb. 2 cm
Asal : Tidak diketahui
Kitab yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 106 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui
berhuruf Arab dengan bahasa Arab dan
Jawa.
No. Inventaris : 149/ Kota Malang
Nama Benda : Kitab
Bahan : Kertas Dluwang
Ukuran : P. 22 cm L. 16 cm Tb. 1.5 cm
Asal : Tidak diketahui
Kitab yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 107 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Arab dengan bahasa Arab. Tanpa cover kondisi rapuh.
No. Inventaris : 150/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : P. 17 cm L. 3 cm Tb. 1.5 cm
Asal : Tidak diketahui
Lontar yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 108 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui berhuruf
Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Kondisi rapuh. Isi 18 lembar.
No. Inventaris : 151/ Kota Malang
Nama Benda : Lontar
Bahan : Rontal
Ukuran : Tg. 19 cm L. 3.5
cm Tb. 1.5 cm
Asal : Tidak diketahui
Prasasti yang pernah didata tahun
1996 dengan no. inventaris 109 ini belum diketahui isinya, hanya diketahui
berhuruf Jawa baru dengan bahasa Jawa pertengahan. Kondisi rapuh. Isi 8 lembar.
No. Inventaris : 152/ Kota Malang
Nama Benda : Rajah
Bahan : Kayu
Ukuran : P. 11.3 cm L. 6
cm Tb. 1.8 cm
Asal : Tidak diketahui
Benda bentuk rajah yang pernah
didata tahun 1996 dengan no. inventaris 110 ini merupakan sebuah ‘rajah’ yang
sisi depan dan sisi belakang terdapat kotak-kotak yang terdiri dari 42 kotak,
yang terbagi dalam 7 baris. Berisi huruf-huruf Jawa yang sudah aus.
No. Inventaris : 153/ Kota Malang
Nama Benda : Kitab
Bahan : Kertas Dluwang cover Kulit
Ukuran : P. 29 cm L. 21 cm Tb. 2.2 cm
Asal : Tidak diketahui
Kitab yang pernah didata tahun 1996
dengan no. inventaris 111 ini merupakan kitab yang berbahuruf Jawa dan
berbahasa Jawa pertengahan.
Koleksi Benda Cagar Budaya di Hotel Tugu Jl. Tugu kel.
Kauman
No. Inventaris : 154/ Kota Malang
Nama Benda : Prasasti Widodaren
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 110 cm L. 60
cm Tb. 18 cm
Asal : Diduga berasal dari Lereng
gunung Widodaren kabupaten Malang
Prasasti koleksi Hotel Tugu Kota Malang
ini diperoleh oleh pemiliknya dari pembelian. Menurut penjual prasasti tersebut
berasal dari suatu tempat di lereng gunung Widodaren. Hurufnya adalah huruf
Jawa kuno yang sudah bergeser menuju huruf Jawa pertengahan. Demikian pula
bahasanya sudah mengarah kepada bahasa Jawa pertengahan. Bagian depan dari
batunya memuat beberapa huruf prasasti yang dapat dibaca dengan baik. Sementara
bagian belakang batunya terdapat huruf-huruf yang terputus antara kata yang
satu dengan kata yang lainnya, serta terdapat lambang trisula yang dililit oleh
tali. Lambang semacam ini menurut informasi salah satu epigraf dari Pusllitbang
Arkenas mirip dengan lambang yang biasa digunakan pada masa Majapahit akhir
(pemerintahan Girindrawardhana), namun masih belum dapat dipastikan makna lambang
tersebut karena pada prasasti Widodaren jelas bergambar ‘trisula yang dililit
tali’, sedangkan lambang kerajaan masa Girindrawardhana adalah ‘dua telapak
kaki di bawah payung’ serta kanan kiri paying terdapat gambar bulan dan
matahari. Menurut tafsiran kalimat yang dapat dibaca pada prasasti ini adalah
bagian depannya. Bunyi dari prasasti tersebut adalah sebagai berikut:”Salêmah
kasturi, wêka awêha totohan, dadiha kawula batur sa (ng) pu Tula, mane samake,
muwah satêbe”. Arti kalimat itu adalah: ‘Sebumi yang wangi, anak cucu
janganlah bermain-main, jadilah hamba sahaya dari sang Pu Tula, dari saat ini,
hingga kapanpun’.
Kalimat tersebut apabila diartikan
secara harfiah akan didapat sebuah pesan yang dalam maknanya. Bunyi pesan itu
kurang lebih sebagai berikut: ‘Demi bumi (pertapaan) yang suci. Anak cucu
janganlah hidup dalam pertaruhan. Jadilah hamba sahaya dari Sang Pu Tula. Dari
saat ini, hingga akhir hayatmu’. Melihat kata-kata pesan semacam itu, tentunya
dapat diduga bahwa prasasti dibuat oleh
sekelompok rohaniwan/pertapaan, yang pada saat itu terkenal dengan
lingkungan ‘karesian’ atau ‘mandala kadewaguruan’.
No. Inventaris : 155/ Kota Malang
Nama Benda : Adhikaranandin/Vresamastaka
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 142,5 cm L. 102
cm Tb. 22 cm
Asal : Lereng gunung Kelud
Arca koleksi Hotel Tugu Kota Malang
ini diperoleh oleh pemiliknya dari pembelian. Menurut penjualnya yang
diinformasikan kepada pembeli, arca tersebut berasal dari suatu tempat di
lereng gunung gunung Kelud. Oleh karena itu arca ini dihubungkan dengan legenda
gunung Kelud yaitu tentang ‘Lembusora’, sehingga arca ini mendapatkan namanya
sesuai legenda tersebut, yang memang dalam kenyataannya arca ini berbadan
manusia dan berkepala lembu. Tokoh ‘lembusora’ memang terkenal dalam cerita panji
dan berhubungan dengan cerita yang terkenal tentang Panji Asmarabangun dengan
dewi Sekartaji.
Nandi dalam agama Hindu dikenal
sebagai lembu kendaraan dewa Siwa, dia juga disebut sebagai ‘Vresan’ (lembu
jantan) yang melambangkan kesuburan. Sifat-sifat lembu yang menguntungkan untuk
manusia biasa disebut sebagai ‘pancagawya’ yaitu 5 kegunaan, yaitu susunya
untuk diminum, tenaganya dimanfaatkan untuk pertanian, daging untuk dimakan
(dalam upacara keagamaan lembu dipakai sebagai korban karena dia dianggap binatang
suci), kotoran untuk tungku, dan kulitnya disamak untuk sampul kitab suci.
Dalam kitab keagamaan Hindu disebutkan bahwa Nandi sering digambarkan dalam 3
bentuk, yaitu:
- Antropomorpik, penggambaran Nandi dalam bentuknya sebagai manusia, di sini Nandi dikenal sebagai Nandiswara.
- Teriomorpik, penggambaran Nandi dalam bentuknya sebagai binatang, di sini dikenal sebagai lembu Nandi kendaraan Siwa.
- Terio-Antropomorpik atau teriantropik, penggambaran Nandi dalam bentuknya sebagai setengah binatang setengah manusia, di sini dikenal sebagai Adhikaranandin atau Vrsamastaka.
Sebagai kendaraan ‘wahana’ dewa Siwa, dalam pengertian yang luas
bukanlah sekedar
kendaraan dewa,
tetapi lebih banyak melukiskan watak dan kekuatan atau energi dewa yang
bersangkutan. Demikianlah Nandi sebagai wahana dewa Siwa mengandung sifat-sifat
seperti kekuatan, kejantanan, dan kesuburan, tidak lain menunjukkan karakter
dari sang Siwa sendiri. Masing-masing bentuk dari Nandi, mempunyai kedudukan
yang berlainan. Nandi dalam bentuknya yang ‘teriomorpik’ lebih menunjuk kepada
wahana dan sifat kesuburan. Nandi dalam bentuknya yang ‘teriantropik’ lebih
menunjuk kepada wahana serta sifat kekuatan sang Siwa. Sedangkan Nandi sebagai
‘antropomorpik’ lebih menunjuk kepada aspek dewa Siwa sebagai penjaga kuil
Siwa.
Dalam ikonografi Hindu menurut
Gupte, Nandi merupakan salah satu atribut di antara sembilan atribut utama dewa
Siwa yang dikenal sebagai ‘Vrsan’. Vrsan itu melambangkan dharma, yang dapat
diartikan sebagai ‘kode moral’ atau ‘kewajiban suci’. Dharma dalam
penghayatannya mengandung empat aspek, yaitu: satya (kesetiaan), sauca
(kesucian), daya (kasih sayang), dan dana (ketulusan). Semuanya ini
dilambangkan di atas empat kaki Nandi.
No. Inventaris : 156/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 42,5 cm L. 42
cm Tb. 42 cm
Asal : Tidak diketahui
Yoni yang terdapat di Hotel Tugu ini
sederhana dengan bentuk kubus, namun terdapat garis-garis mistar pada penampang
sisi-sisinya. Cerat yoni dibuat agak panjang sehingga terkesan menonjol. Pada
umumnya bentuk dasar yoni kubus, dan pada salah satu sisinya mempunyai cerat.
Pada permukaan atas terdapat lubang berbentuk segi empat, bagian ini untuk
memasukkan sebuah lingga. Pada bagian bawah cerat yoni, biasanya dihiasi dengan
hiasan kepala naga dalam posisi menyangga cerat yoni. Demikian pula pada
lekukan kecil di tengah cerat yoni yang berfungsi sebagai jalan air, dihiasi
dengan ukiran bunga padma. Pada dinding yoni terkadang juga dihias dengan
hiasan relief burung garuda (seperti yoni yang terdapat pada candi
Sawentar-Blitar). Semua hiasan tersebut berhubungan dengan fungsi yoni sebagai
transformtor dari air biasa yang dirubah menjadi air suci (amerta).
Pada waktu diadakannya upacara
penyucian yoni dan lingga yang dipimpin oleh seorang pendeta, ujung lingga
disiram dengan air. Air ini nantinya akan jatuh ke bawah melalui lekukan kecil
dengan saluran yang kecil pula di tengah-tengah cerat yoni. Air yang ditampung
dari penyucian yoni-lingga ini dianggap menjadi amerta, yaitu air yang membawa
berkah, air kehidupan, air yang dianggap keramat oleh pemujanya. Oleh karena
itu hubungan antara hiasan naga dengan air amerta, dan juga dengan hiasan
burung garuda terkandung dalam makna ini. Semua itu berhubungan dengan
pencarian air kehidupan atau amerta. Naga dalam cerita ini berperan sebagai
seorang dewa (raja naga yaitu dewa Basuki) yang membantu mengaduk samudera agar
amerta keluar dari dalamnya. Sementara Garuda berhasil menyelamatkan ibunya
(dewi Winata) dari perbudakan dewi Kadru, berkat dipinjami guci amerta oleh
dewa Wisnu sebagai alat tukarnya.
Persatuan lingga dan yoni merupakan
simbol persatuan unsur maskulin dan feminine. Hal ini akan menghasilkan
kekuatan kreatifitas, kehidupan, kesuburan, kemampuan untuk mencipta kembali,
regenerasi, serta mendapatkan hasil panen yang baik. Selain itu lingga dan yoni
merupakan simbol makro dan mikro kosmos, angkasa dan pertiwi yang menunjukkan
persatuan dualisme. Menurut kitab Lingga Purana, lingga dianggap sebagai
gambaran kesadaran suci, sementara yoni menggambarkan sumber penciptaan atau
ibu dunia. Lingga dianggap sebagai mulavigraha dari dewa Siwa, sedangkan yoni
dianggap sebagai mulavigraha dari dewi Parwati.
No. Inventaris : 157/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 45 cm L. 44
cm Tb. 44 cm
Asal : Tidak diketahui
Yoni yang terdapat di Hotel Tugu ini
sederhana dengan bentuk kubus, namun terdapat garis-garis mistar pada penampang
sisi-sisinya. Cerat yoni dibuat agak panjang sehingga terkesan menonjol.
Koleksi BCB di Punden Mbah Tugu: Jl. JA. Suprapto I E (Celaket) kel. Samaan
No. Inventaris : 158/ Kota Malang
Nama Benda : Menhir
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 88 cm P. 37
cm Lb. 30 cm
Asal : Halaman belakang Biara Cor
Jesu Malang
Pada tahun 1928 ditemukan benda-benda
pemujaan beserta sebuah periuk perunggu yang tertanam di bawah tanah di halaman
belakang Cor Jesu. Benda-benda tersebut merupakan sarana pemujaan. Di antaranya
adalah Menhir, Waruga, dan Dolmen. Menhir adalah tugu atau tiang batu, yang
pada masa prasejarah berfungsi sebagai sarana pemujaan terhadap arwah leluhur.
Menhir yang ada di Celaket ini bentuknya lebih mengarah kepada bentuk phallus
(alat kelamin laki-laki). Dengan demikian dapat diduga bahwa Menhir ini
merupakan hasil kesenian dari masa Majapahit akhir.
No. Inventaris : 159/ Kota Malang
Nama Benda : Dolmen
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : P. 92 cm Lb. 68 cm Tb. 7-10 cm
Asal : Halaman belakang Biara Cor
Jesu Malang
Di samping Menhir terdapat Dolmen.
Dolmen adalah meja atau altar yang terbuat dari batu. Fungsi dari meja atau
altar batu ini adalah tempat untuk meletakkan sesaji ketika berlangsung upacara
pemujaan leluhur.
No. Inventaris : 160/ Kota Malang
Nama Benda : Waruga
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 47 cm P. 89
cm Tb. 54 cm
Asal : Halaman belakang Biara Cor Jesu Malang
Waruga sebenarnya adalah tutup peti
dari batu untuk menanam mayat, seperti fungsi Waruga yang terdapat di daerah
Sulawesi. Namun benda yang mirip Waruga ini apakah juga berfungsi sebagai tutup
peti untuk menyimpan mayat, karena bentuk batunya yang padat tidak berongga.
Diduga benda ini sebagai tempat untuk menaungi sesuatu benda yang ditanam di
dalam tanah, dan sebagai atap naungannya adalah batu yang mirip Waruga ini.
Koleksi BCB di Punden Karuman: Jl. Tlogomas Gg.VIII RT
04 RW 05 kel. Tlogomas
No. Inventaris : 161/ Kota Malang
Nama Benda : Lembu Nandi
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 48 cm P. 72
cm Lb. 36 cm
Asal :
Tlogomas Gg. 8 RT 04 RW 05 kel. Tologomas
Arca lembu Nandi dengan kepala putus
ini digambarkan dengan posisi rebah ke tanah (njerum). Lembu nandi merupakan
kendaraan (wahana) dewa Siwa. Oleh karena itu ia dekat sekali dengan Siwa. Ia
dianggap suci. Tidak ada kuil Siwa yang tanpa Nandi di depannya. Dari itulah
Nandi selalu diletakkan dalam bangunan tersendiri yang berhadapan dengan
kuil/candi Siwa. Arca lembu Nandi dari Karuman ini sebenarnya bagus hiasan
pahatannya. Punuk lembu dihias dengan hiasan sulur, begitu pula lehernya yang
memakai kalung. Kondisinya kurang terawat sehingga terkesan jelek.
No. Inventaris : 162/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 60 cm L. 86
cm Tb. 86 cm
Asal :
Tlogomas Gg. 8 RT 04 RW 05 kel.
Tologomas
Cerat yoni ini putus, namun secara
keseluruhan selain cerat yang hilang, bentuknya masih utuh. Dengan hiasan
mistar pada penampang sisi-sisinya. Hanya karena kurangnya perawatan, maka
terkesan kotor dan jelek.
No. Inventaris : 163/ Kota Malang
Nama Benda : Lingga
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 35,5 cm L. 12,5
cm
Asal :
Tlogomas Gg. 8 RT 04 RW 05 kel.
Tologomas
Lingga dalam agama Hindu dipakai
sebagai simbol maskulin (laki-laki), yang dianggap sebagai perkembangan dari
penggambaran phallus (simbol alat genetalia laki-laki). Lingga dalam bentuknya
dapat dibagi menjadi 3 bagian (tribhaga). Bagian bawah lingga yang berbentuk
segi empat disebut ‘Brahmabhaga’, sedangkan bagian tengah yang berbentuk segi
delapan disebut ‘Wisnubhaga’, sedangkan bagian atas yang berbentuk silinder
berujung tumpul disebut ‘Siwabhaga’ atau ‘Rudrabhaga’. Pada bagian silinder ini
terdapat goresan berbentuk setengah oval yang disebut ‘Brahmasutra’.
Lingga merupakan bentuk dasar
(mulavigraha) dari dewa Siwa. Dewa Siwa digambarkan dalam bentuk lingga ini
untuk menunjukkan bahwa dia mempunyai beribu kaki, beribu mata, dan beribu
telinga. Sehingga di setiap sisi dari dirinya terdapat kaki, mata, dan telinga.
Dalam kitab Lingga Purana disebutkan bahwa lingga menggambarkan kesadaran suci
dan agung.
Lingga
No. Inventaris : 164/ Kota Malang
Nama Benda : Lingga
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 46,5 cm L. 16.5
cm
Asal :
Tlogomas Gg. 8 RT 04 RW 05 kel.
Tologomas
No. Inventaris : 165/ Kota Malang
Nama Benda : Lingga
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32,5 cm L. 11.5
cm
Asal :
Tlogomas Gg. 8 RT 04 RW 05 kel.
Tologomas
No. Inventaris : 166/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Patok
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 36,5 cm L. 16
cm
Tempat : Makam Joko ArumanTlogomas Gg. 8 RT
04 RW 05 kel. Tlogomas
Tidak diketahui dengan pasti fungsi
dari batu tugu ini. Apabila disebut sebagai lingga patok, mengapa bagian
dasarnya juga berbentuk silinder. Namun demikian benda ini merupakan satu
kesatuan dari sebuah struktur bangunan candi yang berada di situs Karuman.
No. Inventaris : 167/ Kota Malang
Nama Benda : Siwa
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 70 cm Lb. 58 cm
Tb. 40
Asal : Makam Joko Aruman Tlogomas
Gg. 8 RT 04 RW 05 kel. Tlogomas
Arca tokoh dewa ini kurang
perawatan. Letaknya berada di halaman makam ‘Joko Aruman’, berada di sudut
tenggara yang tempatnya ditumbuhi tumbuhan liar. Bagian kiri dan atas putus,
sehingga yang dapat diketahui sikap tangannya dalam sikap ‘linggamudra’. Sikap
tangan ‘linggamudra’ pada umumnya dipakai oleh arca-arca perwujudan dewa Siwa
dan dewi Parwati. Karena arca ini bersifat maskulin, maka diduga arca ini
merupakan perwujudan dari dewa Siwa. Upawita (tali kasta) yang dikenakan oleh
arca ini walaupun sudah agak aus, namun masih dapat dikenali, yaitu berhias
kepala ular, yang merupakan upawita dari dewa Siwa.
No. Inventaris : 168/ Kota Malang
Nama Benda : Durgamahisasuramardini
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 66 cm Lb. 42 cm
Tb. 29
Asal : Makam Joko Aruman Tlogomas
Gg. 8 RT 04 RW 05 kel. Tlogomas
Arca Durgamahisasuramardini ini
apabila tidak putus, maka dapat dikatakan sebagai salah satu arca Durga yang
terindah di Malang. Hiasan yang terdapat pada badan arca cermat sekali. Sisa
yang didapat pada arca ini adalah dua tangan kanan yang masing-masing membawa
sejata (diduga pedang, karena yang tersisa hanya pangkalnya) dan menarik ekor
lembu yang diinjaknya. Sedangkan tiga tangan kirinya masing-masing membawa
busur, tameng (kethaka), serta merenggut rambut raksasa yang keluar dari kepala
lembu dengan sikap menyembah (anjali) dan kedua kaki bersimpuh. Arca ini kurang
perawatan, sehingga terkesan jelek, kotor, dan tidak menarik.
Koleksi BCB di Punden Watu Gong: Jl. Kanjuruhan Gg.IV
RT 04 RW 03 kel. Tlogomas
No. Inventaris : 169/ Kota Malang
Nama Benda : Bejana Batu
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 44 cm P.180 cm
Lb. 102 cm
Asal :
Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03 kel. Tlogomas
Bentuknya mirip keranda batu, namun
demikian fungsinya belum tentu keranda atau pula peti jenasah. Melihat
bentuknya serta tidak adanya pasangan dari bejana ini (tutup), maka diduga
bejana ini untuk menampung air. Dengan ditampungnya air dalam bejana tersebut,
sudah barang tentu di sekitarnya tentu terdapat sebuah bangunan percandian atau
sebuah asrama kependetaan. Air sangat diperlukan pada saat upacara keagamaan.
Dengan demikian bejana batu tersebut diduga bukanlah berasal dari masa
Megalthik, tetapi berasal dari masa Hindu-Budha. Apalagi di sekitar temuan
bejana ini tidak hanya bejana saja yang ditemukan, tetapi batu-batu besar yang
berbentuk mirip alat gamelan (gong).
No. Inventaris : 170/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 40 cm Ø : 76 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
Benda mirip alat gamelan (gong) ini
ditemukan bersama-sama dengan bejana batu di sekitar di mana benda-benda ini
sekarang disimpan. Jumlah ketika ditemukan sebayak 13 buah (sekarang tinggal 12
buah). Benda semacam ini tentulah merupakan sebuah umpak dari sebuah bangunan
rumah atau pendapa yang besar. Selain ditemukannya batu-batu mirip gong serta
bejana batu, juga ditemukan lantai bata merah yang menurut keterangan penduduk
(Bpk. Radi juru pelihara situs watu gong) lantai bata tersebut seluas sekitar
25 x 75 m. Di samping pondasi-pondasi dari batu padas, juga pernah ditemukan
bentuk mahkota dari emas pada sekitar tahun 1950an. Kondisi lantai bata merah
tersebut berada pada kedalaman sekitar 30-40 cm di bawah permukaan tanah
sekarang.
No. Inventaris : 171/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32 cm Ø: 66 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 172/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 36 Ø: 70 Tg. Tonjolan 20 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 173/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 31 cm Ø: 65 cm
Tg. Tonjolan 17 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 174/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 40 cm Ø: 66 cm
Tg. Tonjolan 13 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 175/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 34 cm Ø: 69 cm
Tg. Tonjolan 13 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 176/ Kota Malang g
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 39 cm Ø: 72 cm Tg. Tonjolan 12 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 177/Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 31 cm Ø: 65 cm Tg. Tonjolan 13 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 178/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 28 Ø: 70 Tg. Tonjolan 13 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 179/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32 cm Ø: 63 cm
Tg. Tonjolan 14 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 180/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 27 cm Ø: 66 cm
Tg. Tonjolan 14 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 181/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak Gong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 22 cm Ø: 63 cm
Tg. Tonjolan 12 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
No. Inventaris : 182/ Kota Malang
Nama Benda : Ganesya
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 60 cm L. 24
cm Tb. 27 cm
Asal : sekitar Jl. Kanjuruhan kel. Tlogomas
Arca Ganesya ini ditemukan di luar
lingkungan situs Watu Gong. Ditemukan dalam kondisi rusak tanpa kepala hingga
belalai. Orang mengumpulkannya bersama-sama dengan benda cagar budaya lainnya
di situs Watu Gong. Tangan 4 buah yang
semuanya sedikit aus. Samar-samar dapat kenali kembali senjata kapak (parasu)
yang dibawanya pada tangan kanan belakang. Sementara tangan kiri belakang
tampak membawa tasbih (aksamala) yang juga sudah aus.
No. Inventaris : 183/ Kota Malang
Nama Benda : Arca Dewa (Nandiśwara?)
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 73 cm L. 29
cm Tb. 35 cm
Asal : sekitar Jl. Kanjuruhan kel.
Tlogomas
Arca dewa yang diduga Nandiswara ini
juga ditemukan di luar lingkungan situs Watu Gong. Hanya saja orang
mengumpulkannya bersama-sama dengan benda cagar budaya lainnya di situs Watu
Gong.
No. Inventaris : 184/ Kota Malang
Nama Benda : Arca Tokoh
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 71 cm L. 26
cm Tb. 17.5 cm
Asal : Dukuh Sempol kel. Merjosari
Arca ini ditemukan di daerah Sempol Merjosari.
Juga merupakan hasil pengumpulan dari masyarakat yang peduli terhadap benda
cagar budaya.
No. Inventaris : 185/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Lumpang
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 27 cm P. 52
cm Lb. 42 cm
Asal : sekitar Jl. Kanjuruhan kel. Tlogomas
Batu lumpang ini merupakan hasil
pengumpulan dari masyarakat yang peduli terhadap benda cagar budaya.
No. Inventaris : 186/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Lumpang
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 38 cm P. 66
cm Lb. 48 cm
Asal : sekitar Jl. Kanjuruhan kel. Tlogomas
Batu lumpang ini merupakan hasil
pengumpulan dari masyarakat yang peduli terhadap benda cagar budaya.
No. Inventaris : 187/ Kota Malang
Nama Benda : Pipisan
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 10 cm P. 38
cm Lb. 24 cm
Asal : Kanjuruhan Gg.IV RT 04 RW 03
kel. Tlogomas
Batu pipisan ini ditemukan juga
bersama-sama dengan benda-benda lain yang terdapat di sekitar wilayah situs
Watu Gong.
Koleksi Benda Cagar Budaya di Universitas Gajayana Malang:
No. Inventaris : 188/ Kota Malang
Nama Benda : Arca Budha Amoghasiddhi
Bahan : Perunggu
Ukuran : Tg. 61 cm Lb.20 cm
Tb. 15 cm
Asal : Univ. Gajayana Malang kel.
Merjosari
Ini adalah arca Budha yang ditemukan
ketika pembangunan gedung di kampus Universitas Gajayana Malang. Digambarkan
dalam posisi berdiri, pada kepalanya terdapat hiasan nimbus atau aura kesucian
dengan motif lidah api. Baju yang dikenakan terkesan tipis. Namun sayang kedua
telapak tangan putus, dalam hal ini dapat diketahui identitasnya apabila kedua
telapak tangan ini tidak putus, yang digambarkan tersebut Budha siapa. Seperti
diketahui bahwa sang Budha dalam aliran Mahayana ada 5 (lima). Melihat posisi
berdiri dengan mengangkat kedua tangannya, menurut dugaan sikap tangan demikian
kemungkinan ‘abhayamudra’, yaitu sikap telapak tangan dengan jari-jari terbuka
seolah-olah menolak sesuatu. Sementara tangan kiri selalu memegang jubahnya,
dan sisa-sisa fragmen jubah tersebut masih tampak. Arca-arca Budha gaya
demikian sering pula disebuat sebagai arca dipangkara (pelindung). Hal ini
dapat dibandingkan dengan arca-arca Budha berdiri yang ditemukan di Sulawesi
maupun Palembang. Dengan membandingkan model arca-arca Budha berdiri pada
tempat lain, diduga arca Budha dimaksud adalah arca Budha Amoghasiddhi, yang memiliki mudra ‘Abhayamudra’.
No. Inventaris : 189/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32 cm Ø : 59 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
Benda bulat ini merupakan bentuk
dari sebuah umpak bangunan. Ketika ditemukan sebayak 10 buah (sekarang tinggal
8 buah). Benda semacam ini tentulah merupakan sebuah umpak dari sebuah bangunan
rumah atau pendapa yang besar. Selain ditemukannya batu-batu umpak tersebut,
juga ditemukan pondasi-pondasi dari batu padas, juga pernah ditemukan arca-arca
yang sudah aus.
No. Inventaris : 190/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 38 cm Ø: 55 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
No. Inventaris : 191/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32 Ø: 70 Tg. 61 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
No. Inventaris : 192/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32 cm Ø: 60 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
No. Inventaris : 193/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 32 cm Ø: 57 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
No. Inventaris : 194/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 24 cm Ø: 62 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
No. Inventaris : 195/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 18 cm Ø: 59 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
No. Inventaris : 196/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Umpak
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 35 cm Ø: 51 cm
Asal : Dukuh Candri Jl. Mertojoyo
kel. Merjosari
Koleksi BCB di
sekitar wilayah tempat tinggal warga:
No. Inventaris : 197/ Kota Malang
Nama Benda : Singa Stambha
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 60 cm Lb. 45 cm
Tb. 45 cm
Tempat : Dukuh Sempol Jl. Mertojoyo kel.
Merjosari
Ini merupakan arca dari seekor
binatang ajaib dalam mitologi Hindu-Budha. Apabila dilihat dari rambutnya yang
terurai, maka dapat diidentifikasi sebagai seekor ‘singa’. Namun bentuk wajahnya
lebih mirip kepada seekor kuda atau anjing. Apalagi tangannya yang kecil tidak
proporsional dengan kepala dan badannya. Namun demikian dugaan sementara arca
ini adalah arca Singa. Mengingat hewan singa berhubungan erat dengan mitologi
Hindu maupun Budha. Bangunan-bangunan candi baik Hindu maupun Budha ada yang
dihias dengan hewan ini, walaupun bentuknya tidak mirip dengan singa. Hal ini
dapat dimaklumi karena di Jawa tidak terdapat hewan singa. Sehingga pemahat
tidak tahu persis bagaimana bentuk yang sebenarnya. Oleh karena itu gambaran
seekor singa di Indonesia tidak garang tetapi malah lucu.
Arca singa ini kemungkinan merupakan
sebuah tugu monumen. Karena begitu beratnya benda ini ketika digeser maupun
diambil. Besar kemungkinan didasarnya terdapat alas atau pedestal. Pada bagian
dada dari arca singa ini terdapat angka tahun yang ditulis dalam bentuk huruf
‘kwadran’ (persegi). Angka tahun itu sepanjang dapat terbaca menunjuk angka
‘941’.
No. Inventaris : 198/ Kota Malang
Nama Benda : Lingga
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 60 cm Lb. 22 cm
Tb. 22 cm
Tempat : Rumah Bpk. Supadi Jl. Tlogosari 32
RT06 RW02 Tlogomas
Lingga dalam agama Hindu dipakai
sebagai simbol maskulin (laki-laki), yang dianggap sebagai perkembangan dari
penggambaran phallus (simbol alat genetalia laki-laki). Lingga dalam bentuknya
dapat dibagi menjadi 3 bagian (tribhaga). Bagian bawah lingga yang berbentuk
segi empat disebut ‘Brahmabhaga’, sedangkan bagian tengah yang berbentuk segi
delapan disebut ‘Wisnubhaga’, sedangkan bagian atas yang berbentuk silinder
berujung tumpul disebut ‘Siwabhaga’ atau ‘Rudrabhaga’. Pada bagian silinder ini
terdapat goresan berbentuk setengah oval yang disebut ‘Brahmasutra’.
Lingga merupakan bentuk dasar
(mulavigraha) dari dewa Siwa. Dewa Siwa digambarkan dalam bentuk lingga ini
untuk menunjukkan bahwa dia mempunyai beribu kaki, beribu mata, dan beribu
telinga. Sehingga di setiap sisi dari dirinya terdapat kaki, mata, dan telinga.
Dalam kitab Lingga Purana disebutkan bahwa lingga menggambarkan kesadaran suci
dan agung.
No. Inventaris : 199/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 49 cm L. 58
cm Tb. 58 cm Corot P. 28 cm
Tempat : Rumah (Pak Kibat) Hari Kurniawan
Jl. Mertojoyo Selatan 81 Merjosari
Yoni yang seharusnya selalu
berpasangan dengan lingga ini, ketika didapatkan lingganya sudah tidak ada.
Didapatkan di tengah sawah di desa Merjosari oleh Pak Kibat, dan kemudian
dibawa pulang sebagai koleksinya. Keistimewaan dari yoni ini bahwa bentuk
ceratnya digambarkan naturalis seperti layaknya bentuk ‘vagina’. Satu-satunya
yoni yang berbentuk demikian di daerah Malang. Menurut kitab Lingga Purana,
lingga dianggap sebagai gambaran kesadaran suci, sementara yoni menggambarkan
sumber penciptaan atau ibu dunia. Lingga dianggap sebagai mulavigraha dari dewa
Siwa, sedangkan yoni dianggap sebagai mulavigraha dari dewi Parwati. Yoni
digambarkan berbentuk kubus, yang pada salah satu sisinya terdapat cerat atau
jalan air. Pada permukaanya terdapat lobang untuk menempatkan lingga.
No. Inventaris : 200/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 60 cm Lb. 45 cm
Tb. 45 cm
Tempat : Tanah Pak Kamsi Jl. Candi Blok VIA
No.39 RT06 RW06 Karangbesuki
Didapatkan dari komplek kuburan
karangbesuki beserta beberapa fragmen bangunan lainnya seperti lingga, arca Siwa
Mahaguru, serta arca yang tidak dapat diidentifikasi lagi karena hilang. Cerat
yoni ini putus, namun secara keseluruhan selain cerat yang hilang, bentuknya
masih utuh. Menurut kitab Lingga Purana, lingga dianggap sebagai gambaran
kesadaran suci, sementara yoni menggambarkan sumber penciptaan atau ibu dunia.
Lingga dianggap sebagai mulavigraha dari dewa Siwa, sedangkan yoni dianggap
sebagai mulavigraha dari dewi Parwati. Yoni digambarkan berbentuk kubus, yang
pada salah satu sisinya terdapat cerat atau jalan air. Pada permukaanya
terdapat lobang untuk menempatkan lingga.
No. Inventaris : 201/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Bundar
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 60 cm Lb. 45 cm
Tb. 45 cm
Tempat : Tanah Pak Kamsi Jl. Candi Blok VIA
No.39 RT06 RW06 Karangbesuki
No. Inventaris : 202/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Lumpang
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 35,5 cm L. 12,5
cm
Tempat : Makam Sumbersareh RW 05 kel.
Pisangcandi kec. Sukun
Batu lumpang pada awalnya merupakan
produk dari kesenian masa Megalithik. Pada masa ini benda-benda yang
berhubungan dengan pertanian banyak didapat, fungsinya sama-sama sebagai sarana
upacara kesuburan pada masa itu.
No. Inventaris : 203/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 81 cm P. 96 cm Lb.
96 cm
Tempat :
Halaman SDN Dinoyo I Jl. M.T. Haryono 213 kel. Dinoyo
Tidak diketahui dengan pasti dari
mana asal atau tempat asli dari yoni tersebut. Menurut keterangan penduduk,
yoni itu sudah lama berada di halaman sekolahan. Cerat yoni ini putus, namun
secara keseluruhan selain cerat yang hilang, bentuknya masih utuh. Menurut
kitab Lingga Purana, lingga dianggap sebagai gambaran kesadaran suci, sementara
yoni menggambarkan sumber penciptaan atau ibu dunia. Lingga dianggap sebagai
mulavigraha dari dewa Siwa, sedangkan yoni dianggap sebagai mulavigraha dari
dewi Parwati. Yoni digambarkan berbentuk kubus, yang pada salah satu sisinya
terdapat cerat atau jalan air. Pada permukaanya terdapat lobang untuk
menempatkan lingga.
No. Inventaris : 204/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Dakon/Watu Loso
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : P.152 cm Lb. 92 cm Tb. 10 cm
Tempat : Pekarangan Bpk. Parimo Jl. Abdul Jalil I RT16
RW03 Bakalankrajan Sukun.
Batu dakon, karena permukaannya yang
berlubang sehingga disebut batu dakon. Batu ini berlubang 49 buah dengan
deretan 7 x 7. Batu dakon merupakan hasil dari peninggalan masyarakat masa
Megalithik. Fungsi dari batu dakon berhubungan dengan upacara pertanian, yaitu
tempat untuk menampung air hujan yang pertama kali turun ke bumi setelah kemarau.
Air hujan pemula ini dianggap mempunyai kekuatan magis, yang digunakan sebagai
sarana upacara kesuburan terhadap pertanian.
No. Inventaris : 205/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 36 cm P.59 cm
Lb. 59 cm
Tempat :
Rumah Bpk. Junaedi Jl. Pelb.
Kamal 24 RT07 RW01 Bakalankrajan Sukun.
Yoni yang seharusnya selalu
berpasangan dengan lingga ini, ketika didapatkan lingganya sudah tidak ada.
Didapatkan di tanah belakang rumahnya yang memang mengandung sisa-sisa
reruntuhan bangunan candi. Keistimewaan yoni ini ceratnya yang utuh dengan
bentuk mirip ‘vagina’, namun badan yoni dibuat kubus tanpa hiasan garis-garis
mistar. Mengamati bentuknya yang demikian, diduga bangunan candi yang
menaunginya merupakan candi desa, bukan candi yang dibangun oleh kerajaan atau
kerakaian (watak). Menurut kitab Lingga Purana, lingga dianggap sebagai
gambaran kesadaran suci, sementara yoni menggambarkan sumber penciptaan atau
ibu dunia. Lingga dianggap sebagai mulavigraha dari dewa Siwa, sedangkan yoni
dianggap sebagai mulavigraha dari dewi Parwati. Yoni digambarkan berbentuk
kubus, yang pada salah satu sisinya terdapat cerat atau jalan air. Pada
permukaanya terdapat lobang untuk menempatkan lingga.
No. Inventaris : 206/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 55 cm P. 55 cm Lb.
55 cm
Tempat :
Jl. Abd. Qodir Jaelani no.10 RT01 RW07 kel. Kedungkandang
Yoni yang ceratnya hilang ini berada
di halaman makam mbah ‘Wareng’ Untuk sampai ke lokasi tersebut sebaiknya
melalui jl. Ranu Grati Gg. III Sawojajar. Kondisi yoni tidak terawat karena
berada di alam terbuka, sehingga kalau hujan, lumut memenuhi sekujur batunya.
Makam mbah ‘Wareng’ diduga merupakan sebuah situs bekas bangunan candi. Pada
sekitar tahun 1980-an sisa-sisa dari fragmen bangunan dari bata merah dan batu
masih menumpuk di halaman. Kini sisa-sisa fragmen bangunan tersebut sudah tidak
ada. Dilihat dari gaya ornamentasinya yang terdapat pada bata merah,
ornamentasi tersebut merupakan produk jaman Majapahit. Seperti halnya
hiasan-hiasan yang terkenal pada masa itu.
No. Inventaris : 207/ Kota Malang
Nama Benda : Yoni
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 48 cm P. 50 cm Lb.
48 cm
Tempat :
Jl. Abd. Qodir Jaelani no.10 RT01 RW07 kel. Kedungkandang
Ini adalah yoni yang tidak terdapat
cerat pada sisinya. Kondisinya sama dengan yoni dengan no. inventaris 206/Kota Malang,
yaitu tidak terawat dengan baik.
No. Inventaris : 208/ Kota Malang
Nama Benda : Dwarapala
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 90 cm Lb. 40 cm
Tb. 42 cm
Tempat :
Jl. Muharto G. V RT02 RW11 kel. Kotalama
Arca dwarapala ini kondisinya
mengenaskan. Ini adalah salah satu korban dari ‘vandalis’ yaitu perusakan yang disengaja.
Memang pada dasarnya menurut seni masa sekarang, penambahan dan pengecatan akan
memperindah bentuk. Namun dalam teknis arkeologis tindakan tersebut justru
menghilangkan sifat aslinya.
Arca dwarapala ini digambarkan
jongkok dengan kaki kanan ditekuk ke belakang, sementara kaki kiri diangkat
dengan lutut ditekuk. Kedua tangan memegang hulu gada yang ditumpukan di lutut
kiri, dan batang gada disandarkan di pundak kiri. Menurut keterangan penduduk,
arca tersebut sejak lama berada di komplek makam mbah ‘sentono’. Dahulu di sana
banyak terdapat benda cagar budaya, sehingga tentunya daerah tersebut merupakan
daerah yang suci. Namun mengingat daerah itu dahulunya adalah kuburan Cina, di
mana benda-benda purbakala dahulunya banyak didatangkan oleh orang Cina untuk
diletakkan di sekitar makam (seperti arca Ganesya dengan prasasti Balingawannya
dari Singosari yang dipindahkan ke kuburan Cina Malang, sekarang di museum
Nasional Jakarta), maka tentunya arca-arca tersebut bukan berasal dari tempat
itu.
No. Inventaris : 209/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Pipisan
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 6 cm P. 32 cm Lb.
21 cm
Tempat :
Jl. Muharto G. V RT02 RW11 kel. Kotalama
Batu pipisan adalah sebuah alat yang
digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di
Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan
pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.
No. Inventaris : 210/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Pipisan
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 6 cm P. 22 cm Lb.
20 cm
Tempat :
Jl. Muharto G. V RT02 RW11 kel. Kotalama
Batu pipisan adalah sebuah alat yang
digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di
Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan
pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.
No. Inventaris : 211/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Fragmen
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 21 cm Lb. 22 cm
Tb. 14 cm
Tempat :
Jl. Muharto G. V RT02 RW11 kel. Kotalama
Batu ini sulit diidentifikasi
fungsinya, karena bentuknya yang seperti timbangan dacin. Apakah benda semacam
ini termasuk bagian dari struktur bagunan tidak dapat dibuktikan.
No. Inventaris : 212/ Kota Malang
Nama Benda : Batu Kenong
Bahan : Batu Andesit
Ukuran : Tg. 16 cm Ø: 40 cm Tg. Tonjolan 3 cm
Tempat : Jl. Polowijen I no. 214 RT 05 RW
02 kel. Polowijen
Batu kenong yang hanya tinggal satu
ini dahulunya berasal dari komplek punden ‘Ken dedes’ di lingkungan makam umum
Polowijen. Menurut keterangan penduduk, batu kenong ini dahulu banyak, malah
ditemukan pula balok-balok batu. Masyarakat Polowijen percaya bahwa benda-benda
tersebut ubahan dari seperangkat gamelan milik pengiring pengantin putri ‘Dedes’.
Batu kenong sebenarnya merupakan umpak dari suatu bangunan rumah atau pendapa.
Di sekitar punden ken Dedes ditemukan sisa pondasi bata merah. Karena bentuknya
seperti kenong atau gong kecil, maka batu tersebut dinamakan batu kenong.
Bahkan lingkungan sekitarnya dinamakan ‘lingkungan watu kenong’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar